November 28, 2024

Jakarta, JNcom – Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menggelar sidang perdana dalam perkara Nomor 325,/Pdt.Sus.PHI/ 2023/ PN Jakpus antara Penggugat Ahmad Iqbal, Zulmi, Dharina, Hasnidar yang merupakan ahli waris pekerja almarhum Baharuddin Abdullah dengan sebuah perusahaan asal Amerika Exxon Mobil. Dalam perkara ini, pihak Penggugat menuntut kompensasi yang belum dibayar dan ganti rugi imateriil sebesar Rp. 4,2 Milyar terkait pemutusan hubungan kerja sepihak.

“Sidang perdana ini mengagendakan pemeriksaan legalitas para kuasa dan seharusnya dilakukan pembacaan gugatan, namun sidang harus ditunda karena pihak kuasa dari perusahaan belum melengkapi legalitas mereka. Agenda sidang ditunda sampai 4 Desember 2023,” ujar Isra Yandika, S.H, anggota Tim Kuasa Hukum penggugat, dalam jumpa pers usai menghadiri sidang perdana, Senin (27/11/2023).

Terkait dengan perkara ini, Ahmad Iqbal, salah seorang Ahli Waris almarhum Baharuddin menjelaskan bahwa Baharuddin mulai bekerja di perusahaan asal Amerika tersebut mulai bulan Mei 1981 hingga Agustus 1990. Pada tanggal 10 Juli 1990, Baharuddin diambil oleh oknum pihak keamanan tanpa ada surat penahanan, sehingga pengambilan tersebut tidak sah dan secara paksa. Setelah diambil, Baharuddin tidak pernah kembali kepada pihak keluarga maupun bekerja.

Pada tanggal 31 Juli 1991, lanjut Ahmad, pihak perusahaan mengeluarkan surat pemutusan hubungan kerja secara sepihak dan memberikan uang kompensasi sebesar Rp. 6 juta. “Uang kompensasi ini sesuai dengan peraturan perusahaan yang kami terima yang berada dalam klasifikasi mangkir, sehingga sangat tidak tepat apa yang diputuskan saat itu. Sebenarnya surat PHK dia bekerja sampai dengan Agustus, tetapi sudah diambil oleh aparat di bulan Juli 1990. Jadi masa kerjanya sampai Juli 1990 saja agar koheren,” jelas Ahmad.

Selanjutnya, kata Ahmad, pada tanggal 11 Nopember 1998 pemerintah daerah tingkat II Aceh Utara menetapkan Ibunda ahli waris sebagai janda dan anak-anaknya sebagai anak yatim korban DOM (daerah operasi militer). Kemudian pada 9 April 1999, ia menyurati pihak perusahaan terkait penyelesaian kompensasi yang belum terbayarkan karena meninggal dunia.

“Kami menerima balasan dari pihak Exxon Mobil Oil pada 21 Mei 1999 yang intinya meminta dokumen pendukung yang menyatakan Baharuddin meninggal, namun pada saat itu situasi tidak memungkinkan,” imbuhnya.

Berdasarkan pernyataan Presiden Jokowi terkait dengan kesalahan anak bangsa masa lalu, kata Ahmad, membuat pihaknya berani mengurus kembali surat-surat yang diperlukan termasuk surat kematian, sehingga pada tanggal 14 Maret 2023 ahli waris mendapat akta kematian sekaligus memperkuat gugatan kepada pihak perusahaan untuk membayarkan kompensasi kematian kepada ahli waris almarhum.

Sementara itu, Ahmad Safruddin, CIRP anggota kuasa hukum almarhum Baharuddin didampingi Agus Saepulloh, S.H berharap majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memutuskan perkara tersebut seadil-adilnya.

“Kami sangat berharap Majelis Hakim memberikan putusan seadil-adilnya kepada pihak keluarga. Menurut kami hilangnya nyawa seseorang tidak bisa dihitung, tetapi demi kepastian hukum, kami menuntut kerugian sebesar Rp.4,2 milyar,” pungkasnya. (***)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *