November 28, 2024

Jakarta, JNcom – Meningkatnya aset-aset di Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dinilai sangat wajar apabila mengalami kenaikan deviden, salah satunya Perusahaan Listrik Negara (PLN), karena ekonomi dunia tidak mengalami resesi yang berdampak pada krisis ekonomi. Namun demikian, Pengamat ekonomi INDEF Bhima Yudhistira, melihat kenaikan tersebut belum tentu disertai kenaikan kinerjanya.

“Kalau hanya mau gede-gedean (red-besar) aset, gabungkan saja pasti aset BUMN akan menjadi besar. Tapi bukan itu ukurannya, kinerja paska holding kinerja BUMN belum tentu meningkat,” kata Bhima dalam sebuah diskusi yang digelar Kaukus Muda Indonesia (KMI) didukung oleh Bank Rakyat Indonesia (BRI), di Jakarta, Kamis (18/1/2024) kemarin.

Saat ini, kata Bhima, BUMN memiliki pembiayaan yang besar dalam proyek-proyek infrastruktur dan pembangunan. Ia melihat seolah-olah hutang BUMN masih wajar dan masih bagus-bagus saja, padahal 2025 hutang jangka panjang menjadi ancaman.

“Kalau misalnya terjadi perang dagang atau resesi dunia. Apalagi perang dagang saat ini bukan hanya terjadi antara Amerika dan China, tapi juga perang dagang Korea dan Jepang. Sehingga hutang jangka panjang BUMN menjadi ancaman,” tegas Staf Khusus Ketua Umum KADIN Indonesia ini.

Bahkan ia melihat, 4-5 tahun terakhir yang terjadi sangat lah kebangetan, dimana salah satunya Pertamina yang liftingnya menurun. Kinerja Pertamina tertekan karena kenaikan harga minyak dunia.

“Banyaknya pembangunan infrastruktur yang harus dipercepat, sehingga pemerintah membutuhkan dana besar. Padahal penghasilan BUMN-BUMN masih belum maksimal, sehingga tidak bisa membiayai biaya operasional,” sebut Bhima.

Apalagi masih kata Bima, ada beberapa kasus korupsi yang menimpa direksi BUMN. Dimana, kasus-kasus korupsi ini menjadi tanggung jawab Menteri BUMN, karena yang melakukan anak buahnya.

“Ikan busuk dari kepalanya, walaupun dibawahnya bagus tetap percuma. Rekrutmen yang bagus menjadi percuma, karena korupsi menjadi tanggung jawab Menteri BUMN kalau kinerjanya dilanda korupsi,” terang dia lagi.

Untuk itu menurut Bhima, evaluasi kedepan bisa menggunakan teori etatisme, penguasaan ekonomi oleh aparatur negara yang kebablasan. Sehingga banyak proyek infrastruktur dikebut dalam penugasan, terbukti ada 7000 an kontraktor swasta bangkrut dan tidak berputar keuangannya.

“Pembangunan infrastruktur adalah bagian stimulus jangka panjang, agar roda perekonomian yang dilewatinya bisa bergerak. Makro ekonomi ke 2 diprediksi akan banyak swasta gulung tikar apabila BUMN juga hanya bermain di proyek dalam negeri, sebab bersaing dengan BUMN yang modalnya lebih siap,” jabarnya.

Seharusnya, kata Bhima, BUMN-BUMN ini harus bisa bersaing di dunia internasional dalam bidang produksi dan produk unggulan. Contohnya PT. Pindad yang bida mengekspor Alutsista dan PT. KAI (Kereta API Indonesia), bisa mengekspor gerbong kereta buatan sendiri.

“BUMN harus bisa bersaing di luar negeri dan bisa menghasilkan laba atau keuntungan positif untuk memperkuat pemasukan APBN,” katanya.

Oleh karena itu, Bhima menekankan agar presiden yang terpilih pada Pilpres 2024 nanti, untuk kabinet mendatang, utamanya pada pos-pos kementerian di bidang ekonomi dan pos-pos strategis lainnya, harus berani menempatkan menteri dari kalangan profesional.

“Kalau untuk menteri-menteri non-ekonomi silahkan kasih ke parpol, tapi khusus menteri ekonomi dan BUMN, harus datang dari profesional. Datang dari birokrat yang memahami masalah ekonomi. Jangan terlalu banyak dari parpol nanti jadi ‘sapi perah’, makin rusak BUMN,” katanya.

Bhima menegaskan agar pengelolaan BUMN ke depan harus mempertimbangkan keberlangsungan masa depan bangsa. Jangan sampai generasi muda ke depan cuma dapat ‘ampas’ nya.

“Kita ingin BUMN bisa dinikmati generasi yang akan datang. Karenya, dalam penyusunan kabinet ke depan jangan seperti yang sudah-sudàh, seperti mengakomodir partai politik koalisi. Harus cari yang profesional,” saran Bhima.

Termasuk diposisi direksi BUMN, yang selama ini bayak diisi dari unsur politisi. Ia minta agar BUMN jangan dicampuri unsur politik biar tidak rusak citra BUMN itu sendiri.

“Selama ini, profesionalitas di BUMN mengalami penurunan hal itu mengacu pada masalah yang ada di BUMN sendiri,” pungkasnya. (*)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *