Jakarta, JNcom – Gerakan Pemuda Nuku bekerjasama dengan Formatika Jakarta & Program Studi Ilmu Politik FISIP Universitas Nasional akan menggelar diskusi bertema “Pilkada Damai Maluku Utara”, Selasa 5 November 2024, Pukul 09.30, di Ruang Seminar Selasar Lantai 3 Universitas Nasional Jakarta, Jl. Sawo Manila 61, Pejaten, Pasar Minggu, Jakarta Selatan.
Sebagai Keynot Speaker dalam acara diskusi tersebut yaitu Presiden Gerakan Pemuda Nuku, Djusman Hi Umar; Rektor Universitas Nasional/Mewakili; dan Tokoh Maluku Utara Prof. Dr. Margarito Kamis,S.H.,M.Hum. Sementara Narasumber yang akan dihadirkan yaitu Peneliti PRC (Politika Research & Consulting), Muhammad Alfan Ardillah; Ketua Bawaslu Provinsi Maluku Utara; dan Ketua Program Studi Ilmu Politik UNAS, Siti Sadiyatunnimah, S.MB., M.Si.
Presiden GP Nuku, Djusman Hi Umar menjelaskan, Pemilu merupakan salah satu pilar utama dalam sistem demokrasi. Di Maluku Utara, keberagaman budaya dan sosial dapat menjadi tantangan dalam pelaksanaan pemilu yang damai. Bahwa Komisi Pemilihan Umum (KPU) Maluku Utara telah menetapkan empat pasangan calon (paslon) untuk maju dalam kontestasi pilkada Gubernur dan Wakil Gubernur Maluku Utara serentak pada tahun 2024.
“Peristiwa ini menjadi sangat penting dalam agenda demokratisasi di provinsi Maluku Utara, empat pasangan calon yang ikut dalam kontestasi pemilukada Maluku Utara tersebut diantaranya Benny Laos-Sarbin Sehe, Aliong Mus-Sharil, Husain Alting Sjah-Asrul Iksan Rasyid, dan Muhammad Kasuba-Basri Salama yang telah dipastikan oleh KPU provinsi Maluku Utara memenuhi syarat dan resmi ditetapkan sebagai pasangan calon,” ujar Djusman, dalam keterangannya kepada wartawan, Kamis (31/10/2024), di Jakarta.
Meskipun pencalonan telah ditetapkan, lanjut Djusman, namun pada kontestasi pemilukada di provinsi Maluku Utara ini masih memiliki persoalan dan menghadapi tantangan serius terkait kekerasan dan kerawanan dalam pemilihan umum.
Berdasarkan Data yang dirilis Badan Pengawasan Pemilu (Bawaslu) menunjukkan bahwa Maluku Utara menempati posisi ketiga paling rawan dengan nilai Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) sebanyak 86,6 poin, jauh di atas rata-rata nasional yang hanya 46 poin.
Faktor-faktor yang menyumbang kerawanan ini meliputi politisasi suku, ras, dan agama (SARA), serta isu netralitas aparatur sipil negara (ASN). Isu politisasi SARA menjadi salah satu faktor utama yang mempertanyakan kestabilan kontestasi pemilukada.
“Maluku Utara menempati posisi kedua dalam hal kerawanan politisasi SARA dengan nilai 76,6 poin, di mana kampanye bernuansa SARA di media sosial dan penolakan kampanye karena perbedaan etnis menjadi masalah yang dijumpai pada masa Pilkada 2017,” tambahnya.
Selain itu, kata Djusman, netralitas Aparatur Sipil Negara juga menjadi sangat penting dalam kontestasi pemilukada damai, sebab Bawaslu mencatat banyaknya upaya intimidasi oleh aparat pemerintah kepada masyarakat untuk mempengaruhi pilihan masyarakat menjadikan ASN memiliki sikap politik (tidak netral). Begitu juga dengan sejarah panjang pelaksanaan pemilu yang dilaksanakan di Maluku Utara sebelumnya.
Data yang menunjukkan adanya kekerasan dan intimidasi seperti yang terjadi pada Pilkada 2017, banyak laporan mengenai intimidasi oleh aparat pemerintah untuk mempengaruhi pilihan masyarakat. Di Halmahera Tengah, misalnya, terdapat tindakan merusak kantor pemerintah sebagai protes terhadap ketidak netralan aparat.
Situasi ini diperparah dengan adanya kampanye bernuansa SARA yang sering kali menyebabkan penolakan dari masyarakat terhadap calon tertentu berdasarkan latar belakang etnis.
Bahkan pada gelaran Deklarasi Damai yang diselenggarakan oleh KPU pada Senin, 24 September 2024, tercoreng dan tercemar oleh kerawanan politik akibat politisasi dan intimidasi sehingga pada akhirnya terjadi kericuhan pada saat “Deklarasi Damai”.
Hal ini diikuti dengan adanya insiden ledakan dan kebakaran yang terjadi pada speedboat yang ditumpangi oleh salah satu calon gubernur Maluku Utara yaitu Benny Laos, di Kabupaten Pulau Taliabu, Maluku Utara yang mengakibatkan Benny Laos meninggal dunia dalam insiden kebakaran tersebut.
“Pemilu Damai berperan penting dalam meredakan ketegangan dan mencegah konflik yang sering muncul akibat politisasi SARA dan ketidaknetralan ASN di Maluku Utara. Dengan terciptanya Pemilu yang adil dan kondusif, masyarakat dapat menyalurkan aspirasi politiknya tanpa takut di intimidasi maupun kekerasan, sehingga memperkuat stabilitas sosial dan politik,” tuturnya.
Menurutnya, Pemilu Damai juga meningkatkan kepercayaan publik terhadap proses Demokrasi serta menjaga integritas Lembaga Penyelenggara Pemilu, seperti KPU dan Bawaslu, yang pada akhirnya mendukung pembangunan Demokrasi yang berkelanjutan di wilayah tersebut. Oleh karena itu, diperlukan upaya kolaboratif untuk menciptakan suasana yang aman dan kondusif selama proses pemilihan umum kepada daerah.
“Tujuan diselenggarakannya diskusi ini adalah untuk menjaga suasana politik yang kondusif dan aman menjelang Pemilihan Umum Serentak tahun 2024. Selain itu juga menggalang komitmen dari semua pihak, termasuk partai politik, kalangan akademisi, organisasi sosial-politis, dan masyarakat luas, untuk menjaga kestabilan dan keamanan selama proses pemilukada di Maluku Utara,” ungkapnya.
Ia mengajak seluruh elemen masyarakat untuk melaksanakan pemilihan umum berlangsung dengan Damai, Harmonis dan tidak terganggu oleh isu-isu sensitif seperti SARA dan Intimidasi. Meningkatkan kesadaran politik masyarakat Maluku Utara tentang pentingnya partisipasi aktif dalam pemilu dengan tetap menghargai hak masing-masing individu. Selain itu juga mengajak masyarakat tentang cara menggunakan media sosial secara bijak dalam proses menuju pelaksanaan Pemilukada tahun 2024 untuk mencegah penyebaran hoaks dan ujaran kebencian. (red/mis)