Jakarta, JNcom – Hasil dari rakernas forum rektor belakangan ini merekomendasikan beberapa rumusan akademik salah satunya menyoroti banyak kebijakan dibidang pendidikan tinggi khususnya dikalangan swasta. Diketahui Permendikbudristek 53/2023 tentang akreditasi dalam hal status institusi perguruan tinggi, kriteria unggul, sangat baik, dan baik dihilangkan, dan digantikan menjadi terakreditasi dan tidak terakreditasi bagi perguruan tinggi swasta dinilai merugikan.Sebab menjadi unggul itu luar biasa besarnya dari aspek biaya,tenaga, dan pikiran. Dibandingkan dengan perguruan tinggi yang baru berumur lima tahun sama-sama.punya status terakreditasi, belum lagi beban pajak padahal semangat pendidikan membantu pemerintah dalam program pendidikan.
Menurut Prof Sumaryoto terkait Permendikbudristek no 53 terutama yang mengatur akreditasi perguruan tinggi tidak ada masalah karena yang real diakreditasi adalah program study bukan perguruan tingginya, tapi secara keseluruhan akreditasi perguruan tinggi adalah wewenang BAN- PT, sedangkan untuk program study menjadi wewenang lembaga akreditasi mandiri.
“Artinya kalau yang diakreditasi BAN-PT adalah perguruan tinggi yang tidak lagi menggunakan grade lagi seperti unggul, baik sekali dan baik (mulai 1 Januari 2025). Sebenarnya secara prinsip tidak ada masalah, karena yang real diakreditasi adalah program study bukan perguruan tingginya,” ujar Prof Sumaryoto Rektor Unindra kepada JURNALNUSANTARA.COM, di Jakarta, Sabtu (10/10/2024).
Disisi lain tambah Prof Sumaryoto akreditasi tidak menjamin dipilih mahasiswa lalu berbondong-bondong masuk yang unggul, sebagai contoh di Unindra akreditasi pendidikan fisika dan sejarah unggul nyatanya minat mahasiswa tidak seperti yang kita harapkan. Sementara prodi baru walaupun akreditasinya baik peminatnya banyak.Fakta dilapangan seperti itu.
“Yang penting bagaimana masyarakat menilai tentang perguruan tinggi walupun dibilang unggul tapi faktanya kemudian berbeda. Jadi yang relevan diberi nilai yaitu justru program study. Kalau perguruan tinggi sifatnya lebih ke aspek manajemen bukan aspek bidang study, tapi kalau program study bidang studynya itupun tidak menjamin dengan kualitas unggul kemudian peminatnya berbondong-bondong,” urainya.
Dikatakan Prof Sumaryoto banyak faktor program study diminati banyak mahasiswa salah satunya adalah pasca lulus, mempertimbangkan lapangan pekerjaan. Sekarang ini didunia kerja tidak membawa akreditasi karena yang ditanya kompetensinya apa? sehingga muncul sertifikasi profesi, ini yang sedang dikembangkan oleh Unindra.
“Misalnya bidang study sejarah lalu memiliki sertifikasi profesi apa.Ini yang akan nyambung ke dunia industri/usaha,” terangnya.
Lebih lanjut Prof Sumaryoto menyebut sebetulnya status perguruan tinggi tidak terlalu bermasalah sebab kalau dibilang menjadi salah satu yang cukup serius agak berlebihan.
“Di Unindra sendiri kini statusnya baik sekali.Lalu tidak ada lagi unggul ,baik sekali dan baik tidak ada masalah yang penting terakreditasi karena stakeholder dan usernya masyarakat biar masyarakat yang menilai. Mengingat kini didunia industri yang dibutuhkan kemampuan/skill bukan akreditasi bukan IPK, karena bicara kompetensi,” imbuhnya.
Masih menurut Prof Sumaryoto saat ini Unindra sekarang membuat program semua lulusan punya tambahan sertifikasi bidang IT yaitu tentang senior office operator.
“Lulusan Unindra semua mempunyai kemampuan IT untuk menambah kekuatan daya saing didunia industri,” tandasnya. (s handoko)