Anggota Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tubagus Haryo
Jakarta, JNcom – Pasca meluasnya informasi tentang bahaya senyawa Bisphenol A (BPA) yang merupakan campuran plastik polikarbonat (PC) galon air minum dalam kemasan (AMDK), Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) akhirnya mengeluarkan Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 6 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan yang telah ditetapkan pada tanggal 1 April 2024.
Langkah tersebut dinilai Pakar Hukum Perlindungan Konsumen sebagai langkah yang tepat dan cepat yang bisa dilakukan yaitu melalui regulasi pada galon guna ulang agar konsumen sadar dengan risiko saat memilih galon air minum yang rutin mereka konsumsi. Namun demikian, terbitnya peraturan tersebut harus disosialisasikan secara maraton agar masyarakat mengetahui dan memahami apa yang terkandung dalam peraturan BPOM Nomor 6 tahun 2024.
Anggota Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tubagus Haryo berpendapat bahwa sebuah perundang-undangan yang disahkan, pada saat yang sama masyarakat juga harus tahu melalui beberapa channel salah satunya adalah sosialisasi yang dilakukan oleh pembuat aturan itu sendiri. Kedua, masyarakat juga seharusnya bisa mengakses aturan tersebut di kanal-kanal yang bisa diakses oleh masyarakat.
“Pemerintah seharusnya melakukan sosialisasi, dan masyarakat pun punya hak untuk bisa mengakses aturan tersebut, serta para jurnalis juga harus menjadi tempat sosialisasi aturan apapun,” ujar Tubagus kepada awak media, Jumat (28/6/2024) lalu.
Sebagaimana dalam Pasal II ayat 1 disebutkan bahwa Air minum dalam kemasan yang beredar wajib menyesuaikan dengan ketentuan dalam Peraturan Badan ini paling lama 4 (empat) tahun sejak Peraturan Badan ini diundangkan. Ia berharap peraturan tersebut dapat dijalankan oleh industri terkait karena terbitnya aturan itu bukan hanya untuk industri tetapi juga untuk kepentingan konsumen.
Tubagus sendiri menilai waktu 4 tahun yang diberikan BPOM bagi industri AMDK untuk memenuhi aturan terbaru ini terlalu lama.
“BPOM harusnya punya mekanisme ketika peraturan kepala badan dikeluarkan dan sudah diberikan waktu 4 tahun, menurut saya itu kelamaan. Seharusnya dihitung juga apakah dalam 4 tahun itu pelaku usaha bisa memenuhi persyaratan yang ada di peraturan tersebut. Jika seandainya waktu sekian tahun tersebut selesai maka seharusnya BPOM mempunyai mekanisme untuk melakukan uji petik di lapangan apakah memang seluruh kemasan air minum dalam kemasan sudah memenuhi peraturan kepala badan tersebut atau tidak,” pungkasnya. (Red)