Jakarta, JNcom – Gelombang penolakan atas rencana privatisasi PT Pertamina Hulu Energy (PHE) melalui skema penawaran saham perdana atau initial public offering (IPO) anak-anak perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Pertamina terus mendapat penolakan. Mereka memandang, kebijakan pemerintah ini cenderung dipaksakan dan tidak memiliki dasar yang kuat sebagai upaya pengembangan organisasi bisnis sekelas anak perusahaan PT. Pertamina, yakni PT. PHE.
Salah satunya datang dari kelompok masyarakat yang menamakan dirinya Aliansi Pecinta Pertamina (APP). Dalam releasnya yang diterima oleh redaksi Ahad, 11 Juni 2023, Achamd Zaini, selaku Ketua APP mengungkapkan kekecewaannya atas ambisi Kementerian yang digawangi oleh Erick Tohir ini.
“Terlepas apapun alasan Pemerintah, yang pada dasarnya dapat dibuktikan merupakan alasan-alasan absurd, mengada-ada dan mengkhianati UUD 1945, kami dengan ini menyatakan penolakan atas rencana privatisasi PHE,” katanya.
Adapun yang menjadi alasan penolakan APP, pertama, kebijakan ini dinilai tidak senafas dengan Pasal 33 UUD 1945 yang mengamanatkan agar bumi, air, dan kekayaan alam di dalamnya dikuasai oleh negara dan digunakan untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat.
Kedua, rencana IPO juga dianggap melanggar Pasal 3 buti (a) dan Pasal 4 ayat (1) UU Panas Bumi No.21/2014 yang mengatur agar eksploitasi panas bumi diselenggarakan untuk menunjang ketahanan dan kemandirian energi, serta bermanfaat bagi kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.
Ketiga, melanggar Pasal 77 huruf c dan d UU No. 19/2003 Tentang BUMN, yang mengatur bahwa BUMN pengelola sumber daya alam (SDA) dan mendapat penugasan khusus dari pemerintah tidak dapat dilakukan privatisasi.
“Oleh karena PT. Pertamina (Persero) merupakan BUMN yg tidak boleh diprivatisasi, maka secara otomatis seluruh anak-anak perusahaan Pertamina yang sahamnya dimiliki oleh Pertamina juga tidak diperbolehkan untuk melakukan IPO. Sebab dengan dilakukannya IPO maka aset Pertamina yang dikelola oleh anak perusahaan akan juga dimiliki oleh pihak swasta,” ujarnya.
Keempat, diduga mengurangi penerimaan negara atau APBN dan keuntungan BUMN, karena dilakukannya proses unbundling, yaitu memisah-misahkan rantai bisnis Pertamina menjadi sejumlah anak-anak usaha atau sub-holding. Subholding yang merugi akan menjadi beban negara atau rakyat. Sedangkan, subholding yang paling menguntungkan (creme dela creme) akan dijual kepada swasta dan asing, termasuk perusahaan oligarkis.
“Akhirnya merekalah yang akan menikmati manfaat terbesar dari SDA milik rakyat tersebut. Apalagi, saat ini kita tahu bersama adalah tahun politik. Jangan sampai langkah korporasi ini dijadikan alat oleh sekelompok kepentingan politik semata,” ujarnya.
Oleh karenanya, APP mengaku, akan terus melakukan upaya upaya agar kebijkan ini dihentikan karena dasarnya untuk mencapai kemakmuran dan kepentingan masyarakat luas tidak dirasakan. Jangan sampai, justru langkah ini akan menambah insstabilitas korporasi.
“Jangan sampai kita kecolongan lagi, seperti PT. PGE yang telah di privaitasi pada bulan februari kemarin, kita harus kawal terus ini agar tidak kecolongan,” ungkapnya.
Sebelumnya, mengutip dari berita resmi di situs www.pge.pertamina.com, diketahui, PGE telah melakukan IPO atau penawaran perdana saham kepada publik pada Rabu (1/2) lalu. Melepas sebanyak-banyaknya 25 persen saham ke publik dari modal ditempatkan dan disetor penuh setelah IPO. Masa penawaran awal PGE dilakukan pada 1–9 Februari 2023.
Alokasi hasil IPO akan digunakan oleh perseroan, salah satunya untuk kebutuhan belanja modal (capital expenditure/capex). PGE turut mengalokasikan sebanyak-banyaknya 1,50 persen atau 630.398.000 (630,39 juta) saham dari modal ditempatkan dan disetor penuh setelah penawaran umum untuk program opsi pembelian saham kepada manajemen dan karyawan. Kebijakan ini sesuai dengan keputusan pemegang saham secara sirkuler pada 27 Januari 2022. (Red)