Jakarta, JNcom – Diskusi bersama para tokoh nasional bahas Ihwal Peluang dan Tantangan Pekerja Migran Indonesia, adapun diskusi serius santai ini diadakan di sekretariatan Rumah Juang Relawan Jokowi (RJ2) kawasan Kemang Selatan, Jakarta selatan,(Selasa 26/3/2024) Sekaligus buka puasa bersama.
Pemateri dalam diskusi ini diantaranya, Maulidan Isbar Ketua Umum RPGH, Simrin Singh selaku Country Director ILO, DR.Fadjar DW Wardani selaku tenaga ahli utama Kantor staf Presiden, dan Silfester Mautina Ketum Solmet.
Namun berhubung pemateri yang hadir sebagai pembicara dalam diskusi ini Maulidan Isbar Ketua Umum RPGH dipandu moderator acara/Moderator Dyan Setiyawati,SH
Dilansir dari siaran pers RJ2, Selasa (26/3/2024 menjelaskan bahwa, Migrasi pekerja adalah kegiatan ekonomi yang penting bagi negara penerima maupun negara pengirim. Namun, terlepas dari manfaat yang dibawa oleh pekerja migran, terdapat banyak kerentanan yang mereka hadapi, seperti kekerasan fisik dan mental, upah tidak dibayar, perdagangan manusia, dan lainnya.
Dalam corak pemerintahan yang berorientasi pada pertumbuhan ekonomi, cara pandang ekonomi bisnis lebih mendominasi kebijakan mengenai penempatan buruh migran ketimbang pendekatan pemenuhan hak asasi buruh migran.
Kenyataan ini diperlihatkan dari ketersediaan data yang dimiliki oleh pemerintah Indonesia. Data yang selalu menjadi acuan adalah data tentang angka penempatan dan data tentang perolehan remitansi, namun sebelum-sebelumnya pemerintah jarang menjawab ketika ditanyakan mengenai data terpilah berdasar jenis kelamin dan juga data mengenai kematian buruh migran dan data-data yang lain mengenai aspek kesejahteraan dan pelindungan.
Bekerja merupakan hak asasi manusia yang wajib dijunjung tinggi, dihormati, dan dijamin penegakkannya. Bekerja baik di dalam negeri maupun di luar negeri merupakan hal yang sama-sama.
Presiden Joko Widodo dalam periode kepemimpinannya seringa dalam beberapa kesempatan mengatakan bahwa PMI adalah pahlawan dan selalu harus mendapatkan red carpet (karpet merah). Dengan kata lain, aspek pelindungan maupun tata kelola pengiriman PMI merupakan salah satu penterjemahan visi Presiden tentang peningkatan dan pengembangan SDM. Salah satu pengejawantahan dari visi tersebut adalah adanya Undang-Undang nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia.
Terbitnya UU tersebut membuat Pekerja Migran Indonesia harus dilindungi dari perdagangan manusia, harus dilindungi termasuk perbudakan dan kerja paksa, korban kekerasan, kesewenang-wenangan, kejahatan atas harkat dan martabat manusia, serta perlakuan lain yang melanggar Hak Asasi Manusia (HAM). Hal itu termasuk menjamin pelindungan hukum, ekonomi, dan sosial Pekerja Migran Indonesia dan keluarganya.
Peran pelindungan pekerja Migran Indonesia diserahkan kepada pemerintah baik pusat maupun daerah, dimulai dari sebelum bekerja, selama bekerja, dan setelah bekerja. Pihak swasta hanya diberi peran sebagai pelaksana penempatan Pekerja Migran Indonesia.
Dalam pelaksanaan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia dibutuhkan pengawasan dan penegakan hukum yang tegas. Pengawasan mencakup pelindungan sebelum bekerja, selama bekerja, dan setelah bekerja. Penegakan hukum meliputi sanksi administratif dan sanksi pidana. Hal tersebut telah termaktub dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia.
Dalam konteks perekrutan, menurut ILO, bahkan terdapat peran penting pemerintah yang bertindak dalam kapasitasnya sebagai pembuat regulasi.
Pemerintah memikul tanggung jawab akhir untuk memajukan perekrutan yang adil, baik saat bertindak sebagai pemberi kerja maupun saat mereka meregulasi perekrutan dan memberikan layanan pencocokan pekerjaan dan penempatan melalui layanan ketenagakerjaan publik. Untuk mengurangi pelanggaran yang dilakukan terhadap pekerja, baik warga negara setempat maupun migran, selama perekrutan, kesenjangan dalam peraturan perundangundangan harus ditutup, dan penegakannya diupayakan sepenuhnya. Lebih jauh, peran pemerintah adalah
1. Berkewajiban menghormati, melindungi dan memenuhi hak asasi manusia yang diakui secara internasional, termasuk prinsip dan hak dasar di tempat kerja, dan standar ketenagakerjaan internasional terkait lainnya, dalam proses perekrutan. Ini meliputi penghormatan, dan perlindungan, hak atas kebebasan berserikat dan perundingan bersama, serta pencegahan dan penghapusan kerja paksa, pekerja anak dan diskriminasi dalam pekerjaan dan jabatan.
2. Melindungi pekerja dari pelanggaran hak asasi manusia dalam proses perekrutan oleh pemberi kerja, perekrut tenaga kerja dan perusahaan lain.
3. Mengadopsi, meninjau dan, jika perlu, memperkuat peraturan perundang-undangan nasional, dan harus mempertimbangkan untuk menetapkan, secara rutin meninjau dan mengevaluasi komitmen dan kebijakan perekrutan yang adil secara nasional, dengan partisipasi organisasi pengusaha dan pekerja.
4. Harus memastikan bahwa peraturan perundang-undangan yang relevan mencakup semua aspek dan berlaku untuk semua pekerja, terutama mereka yang berada dalam situasi rentan.
5. Menegakkan peraturan perundang-undangan yang relevan, dan mengharuskan semua pelaku terkait dalam proses perekrutan untuk beroperasi sesuai dengan undang undang.
6. Mengambil langkah-langkah untuk menghapuskan pembebanan biaya perekrutan dan biaya terkait kepada pekerja dan pencari kerja.
7. Mengambil langkah-langkah untuk memastikan bahwa kontrak kerja jelas dan transparan dan dihormati.
8. Mengambil langkah-langkah untuk memastikan bahwa pekerja memiliki akses ke pengaduan dan mekanisme penyelesaian perselisihan lainnya, untuk menangani dugaan pelanggaran dan praktik curang dalam perekrutan, tanpa takut akan tindakan pembalasan termasuk masuk dalam daftar hitam, penahanan atau deportasi, terlepas dari keberadaan atau status hukum mereka di negara tersebut, dan pemulihan yang sesuai dan efektif bila pelanggaran telah terjadi.
9. Mempromosikan kerjasama antara lembaga pemerintah terkait, organisasi pekerja dan pengusaha, dan perwakilan perekrut.
10. Memastikan bahwa perekrutan menjawab kebutuhan pasar tenaga kerja yang ada.
Dengan semua yang disampaikan diatas, nampak bahwa semangat untuk menjaga, menjamin dan melindungi PMI bersama keluarganya merupakan salah satu prioritas yang tetap harus dilakukan baik sekarang maupun dalam masa yang akan datang. Tentu saja, tantangan dan peluang masih harus dikalkulasi dan dikelola dengan baik.
Kegiatan diskusi ini bertujuan untuk menganalisis secara mendalam kondisi pekerja migran Indonesia dan upaya yang dilakukan pemerintah untuk melindungi pekerja migran. (Bar/Rer)