Jakarta, JNcom – Memastikan kerukunan antar-umat beragama dan kebebasan beribadah adalah hal yang sangat penting bagi stabilitas dan harmoni sosial di Indonesia. Prabowo Subianto, atau siapapun yang menjadi pemimpin, seharusnya berkomitmen untuk melindungi hak-hak tersebut bagi semua warga negara tanpa diskriminasi.
Momen diumumkannya kemenangan Prabowo Subianto sebagai Presiden RI ke-9 oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) juga harus dijadikan momentum untuk mengingatkan sekaligus menagih janjinya untuk memastikan kerukunan antar-umat beragama dan jaminan akan kebebasan beribadah, termasuk pendirian dan perawatan rumah ibadat.
Terkait dengan hal ini, Felia Primaresti, Peneliti Bidang Politik, The Indonesian Institute, mengatakan bahwa saat ini Indonesia masih menghadapi masalah pelik terkait dengan izin pembangunan rumah ibadat yang tak kunjung selesai.
Felia Primaresti menyoroti pentingnya peran yang jelas dari berbagai pihak dalam menangani masalah izin pembangunan rumah ibadat. Selain perbaikan regulasi yang bermasalah, transparansi dan koordinasi yang baik antara semua pihak terlibat juga sangat penting untuk mengatasi tantangan ini secara efektif.
Dalam keterangan tertulisnya hari ini (21/3/2024) yang diterima media, Felia menyampaikan hasil temuan penelitian The Indonesian Institute tentang evaluasi Peraturan Bersama Menteri (PBM) 2006. The Indonesian Institute mencatat masih banyak pemangku kepentingan yang tidak paham peran mereka terkait dengan proses pembangunan rumah ibadat.
“Berdasarkan temuan riset kualitatif (November 2023-Februari 2024) The Indonesian Institute, ternyata masih banyak kesenjangan pengetahuan dan pemahaman antar para pemangku kepentingan terkait dengan tugas dan fungsi mereka. Ini umumnya terjadi pada Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB),” jelasnya.
Felia menekankan pentingnya pemahaman akan peran para pemangku kepentingan terletak pada pemahaman bahwa pembangunan rumah ibadat tidak hanya sekadar masalah teknis atau administratif.
“Lebih dari itu, hal ini melibatkan dinamika sosial, budaya, dan politik yang berkaitan erat dengan identitas, serta kebutuhan masyarakat setempat. Masalah terkait rumah ibadat juga membutuhkan kemampuan dalam resolusi konflik yang berdasarkan pemenuhan hak dan kebebasan beragama,” ujarnya.
“Tanpa pemahaman yang mendalam tentang peran masing-masing pihak terkait, upaya penyelesaian masalah akan cenderung tidak efektif dan membuat masalah berlarut-larut, tidak berperspektif hak dan kebebasan, serta berpotensi menimbulkan konflik yang lebih besar,” imbuh Felia.
Dalam konteks ini, Felia mendorong peran pemerintah, utamanya pemerintahan baru yang akan dipimpin oleh Prabowo Subianto dalam memberikan kejelasan regulasi, keberpihakan akan hak dan kebebasan, serta jaminan dalam memfasilitasi pembangunan rumah ibadat.
Lebih jauh Felia mengemukakan, selain itu, partisipasi aktif dari masyarakat dan tokoh agama juga penting untuk memastikan bahwa keputusan yang diambil memperhitungkan kebutuhan dan aspirasi dari berbagai pihak yang terlibat.
Dari catatan penelitian The Indonesian Institute tersebut, Felia mengatakan bahwa sinergi antara berbagai pemangku kepentingan juga diperlukan untuk memastikan bahwa pembangunan rumah ibadat tidak hanya menjadi sarana ritual, tetapi juga menjadi pusat kegiatan sosial dan pembangunan komunitas yang berkelanjutan.
Dengan demikian, upaya untuk melindungi semua agama tidak hanya sebatas visi misi dalam kontestasi politik, tapi harus direalisasikan dengan serius dan melibatkan komitmen dan kolaborasi multi pihak.
Permasalahan pembangunan rumah ibadat bukan hanya sekadar menyelesaikan masalah fisik, tetapi juga menciptakan lingkungan yang inklusif dan harmonis, serta toleran bagi semua pihak.
Memberikan pemahaman dan kejelasan mengenai status hukum bagi para pemangku kebijakan dalam konteks rumah ibadat adalah langkah penting untuk mengatasi permasalahan tersebut.
Hal ini dapat membantu menghindari kebingungan dan konflik yang mungkin timbul serta memastikan perlakuan yang adil dan merata bagi semua pihak yang terlibat. ***(Guffe)