Jakarta, JNcom – Masa pencoblosan pemilihan umum yang akan dilaksanakan tanggal 14 Februari 2024 tinggal menghitung hari. Dalam Pemilu yang dilaksanakan secara serentak ini, Rakyat Indonesia yang memiliki hak pilih akan menentukan siapa pemimpin yang mampu membawa Indonesia menjadi lebih baik.
Pengamat Politik UNKRIS, Dr.Ade Reza Hariyadi, S.IP, M.Si mengatakan bahwa Pemilu serentak 2024 adalah pengalaman pertama kita dalam menyelenggarakan pemilu secara serentak, oleh karena itu sangat difahami jika ada kerumitan-kerumitan baik teknis maupun politik sekaligus memunculkan implikasi sosial politik.
“Bisa kita bayangkan negara sebesar ini dengan jumlah pemilih yang banyak, perlu difikirkan hal-hal yang akan dihadapi dan resiko apa saja yang perlu dimitigasi sehingga proses pergantian kekuasaan secara periodik dan konstitusional tersebut benar-benar merefleksikan apa yang menjadi aspirasi politik rakyat sekaligus menghasilkan postur pemerintahan yang stabil, efektif dan mampu menterjemahkan keinginan rakyat,” ujar Reza, dalam diskusi yang diselenggarakan oleh Kaukus Muda Indonesia (KMI), Kamis (2/1/2024), di Jakarta.
Ia mengingatkan agar tidak mengabaikan prinsip-prinsip penting dalam pemilu yang demokratis. Menurutnya, ada enam kerangka demokratis yang harus dicermati bersama yaitu kerangka demokratis yang memberikan kepastian hukum bagi rakyat. Kerangka kedua, yaitu penyelenggara pemilu yang independen, kredibel dan profesional. Ketiga, Pemilu dilakukan dalam kompetisi yang adil dan setara. Keempat, prinsipnya Pemilu yang demokratis adalah pemilih yang berdaya dan terinformasi dengan baik. Kelima, adalah penegakan hukum yang adil. Keenam, penyelenggara negara yang netral dan imparsial.
Dari aspek-aspek tersebut, Reza mencatat ada tiga masalah penting yaitu keberadaan Mahkamah Konstitusi (MK), Komisi Pemilihan Umum (KPU), dan Bawaslu sebagai pilar pemilu yang demokratis. Ironisnya, ketiga pilar tersebut pernah memiliki pengalaman dengan persoalan etik sehingga mempengaruhi tingkat kepercayaan publik dan tingkat kepercayaan peserta Pemilu untuk menggunakan mekanisme hukum yang ada didalam menyelesaikan sengketa-sengketa Pemilu.
“Enam hal inilah yang perlu dicermati terkait dengan pelaksanaan pemilu serentak sebagai suatu pengalaman pertama kita. Kalau prinsip-prinsip Pemilu ini kita patuhi bersama, saya yakin persoalan-persoalan Pemilu tidak akan muncul. Demokrasi yang matang adalah demokrasi yang mematuhi aturan main,” jelas Reza.
Ditempat yang sama, anggota Timnas AMIN, Ahmad Rouf Qusyairi menilai bahwa nuansa Pemilu 2024 sangat berbeda dibandingkan Pemilu sebelumnya. Jika dibandingkan dengan enam prinsip Pemilu yang demokratis, menurutnya ada nuansa incumbentnya yaitu keikutsertaan Presiden dalam kampanye.
“Kondisi ini tentu mencederai demokrasi karena dalam demokrasi ada prinsip-prinsip dan value yang harus dipegang teguh dan dijadikan acuan bersama. Jika bicara Pemilu siap menang siap kalah, kontestan kami dalam perjalanan politiknya biasa-biasa saja. Dalam hal Pemilu siap menang siap kalah, kita perlu melihat penyelenggaranya apakah sudah benar-benar netral, parsial dan objektif,” pungkasnya.
Dipenghujung acara kegiatan ini, KMI menggelar Deklarasi Pemilu Damai dengan tujuan mendukung pemiu yang Adil dan Lancar serta tanpa ada unsur provokatif. Berikut ini poin dari Deklarasi tersebut:
1. Kaukus Muda Indonesia (KMI) Mendukung Pemilu 2024 berjalan dengan damai dan Lancar.
2. KMI mendukung Pemiu 2024 berjalan tanpa intimidasi, jauh dari isu SARA dan provokasi.
3. KMI menolak segala bentuk perpecahan dan mendukung persatuan dan kesatuan
4. KMI meminta terhadap Paslon 01, 02, 03 untuk siap menang dan siap kalah dalam Pilpres 2024. (red/my)