Jakarta, JNcom – Mahkamah Konstitusi (MK) kembali melanjutkan sidang perkara dengan nomor registrasi 134/PUU-XXI/2023 Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum dengan pemohon Josua A.F. Silaen. Sidang dengan agenda Perbaikan Permohonan kedua, Senin (30/10/2023), dihadiri oleh kuasa hukum pemohon dari Pro Kader Lintas Mahasiswa Indonesia (PROKLAMASI) Sunandiantoro, S.H.,M.H dan Anang Suindro, S.H., M.H.
“Agenda sidang hari ini adalah memasukkan perbaikan terkait dengan permohonan kami di nomor perkara 134/PUU-XXI/2023. Majelis Hakim MK sudah menerima perbaikan-perbaikan tersebut yang sebelumnya kami menerima nasehat dari Majelis Hakim untuk melakukan perbaikan permohonan,” ujar Sunandiantoro.
Sunandiantoro menambahkan, dalam Pasal 12 L dan Pasal 93 M Undang-undang yang mengatur tugas KPU, dalam permohonan ini pemohon meminta agar KPU diberikan tugas tambahan untuk melakukan penelitian khusus dan menyampaikan informasi ke publik tentang rekam jejak capres dan cawapres baik rekam jejak medis, karir, Tipikor, pelanggaran HAM dan lainnya.
Terkait dengan permohonan ini, kuasa hukum meminta kepada MK untuk tidak melibatkan Ketua MK Anwar Usman dalam permusyawaratan maupun di persidangan-persidangan terkait dengan permohonan PROKLAMASI. Permohonan tersebut disampaikan Tim Kuasa hukum terkait dengan mosi tidak percaya.
“Kami tadi di persidangan dengan terang-terangan meminta kepada Majelis Hakim untuk tidak melibatkan Ketua MK Anwar Usman dalam sidang permohonan kami, mengingat adanya prahara di MK pasca putusan nomor 90. Permintaan ini terkait mosi tidak percaya kepada beliau dan agar konflik kepentingan yang beliau miliki dengan keluarganya tidak mempengaruhi putusan kami,” ungkapnya.
Meskipun sedikit ada perdebatan, lanjut Sunandiantoro, Majelis Hakim tetap menerima permintaan tersebut. Menurutnya, karena prahara di MK dinilai serius dan disinyalir dapat menimbulkan kerusuhan di masyarakat, maka kami menyampaikan di awal untuk tidak melibatkan Ketua Anwar Usman.
Hal senada disampaikan kuasa hukum PROKLAMASI lainnya, Anang Suindro bahwa memasuki sidang permusyawaratan hakim, ia pun meminta untuk tidak melibatkan Ketua MK Anwar Usman demi menjaga Marwah MK dan hak konstitusi warga negara.
“Untuk menjaga Marwah MK dan hak konstitusi warga negara, dengan tegas kami meminta Ketua MK Anwar Usman tidak terlibat dalam proses pengambilan keputusan dalam musyawarah hakim nanti. Permintaan kami berkaca pada putusan-putusan sebelumnya yang menjadi polemik besar karena ada potensi konflik of interest,” pungkasnya. (**)
SURAT TERBUKA UNTUK HAKIM MAHKAMAH KONSTITUSI
Bapak Ibu, Yang Mulia Hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. Kami adalah Mahasiswa yang memiliki keyakinan bahwa dipilihnya Bapak Ibu sebagai Hakim Mahkamah Konstitusi karena Bapak Ibu sekalian adalah orang-orang terhormat yang mementingkan urusan bangsa dan Negara melebihi urusan keluarga.
Bapak Ibu yang mulia, mari kita selesaikan dan sudahi prahara yang saat ini menerpa Mahkamah Konstitusi. Perlu kami sampaikan, Putusan Nomor 90/PUU-XXI1/2023 kemarin telah menimbulkan polemik dan dugaan adanya permufakatan atau kerja sama secara melawan hukum antar Penyelenggara Negara atau antara Penyelenggara Negara dengan pihak lain yang berakibat merugikan orang lain, masyarakat atau negara yang biasa kenal dengan istilah (KOLUSI), serta adanya dugaan perbuatan penyelenggara Negara secara melawan hukum yang menguntungkan kepentingan keluarganya dan/atau kroninya yang berakibat merugikan orang lain, masyarakat, dan atau negara yang biasa kita kenal dengan istilah (NEPOTISME).
Hancur hati dan akal sehat kami melihat Lembaga Tinggi Negara yang Terhormat yaitu Mahkamah Konstitusi diacak acak oleh penguasa dan kepentingan keluarga serta kroninya. Diakui atau tidak, hari ini publik menilai Lembaga ini bukan lagi Mahkamah Konstitusi melainkan Mahkamah Keluarga. Hal tersebut dikarenakan hubungan kekeluargaan atau kekerabatan antara Ketua Mahkamah Konstitusi dengan Presiden Republik Indonesia. Kemudian mengakibatkan Putusan No. 90/PUU-XXI/2023 terkesan dipaksakan dan tidak memiliki ratio deccidendi, kini Putusan tersebut menjadi pijakan dan pintu masuk Gibran Rakabuming Raka selaku Keponakan dari Ketua Mahkamah Konstitusi untuk mencalonkan diri sebagai Calon Wakil Presiden pada Pilpres 2024, yang sebelumnya usia keponakan Ketua Mahkamah Konstitusi tersebut tidak memenuhi syarat.
Yang Mulia, kami tidak dalam rangka mempersoalkan siapapun menjadi calon Wakil Presiden asalkan tidak memaksakan diri sampai-sampai merusak Marwah Mahkamah Konstitusi dengan cara Pamannya merubah syarat pencalonan dalam Undang-undang Pemilu.
Yang Mulia, kami mohon agar prahara ini tidak berlanjut dan menciptakan rentetan konflik hukum, bahkan berpotensi menimbulkan kerusuhan di Masyarakat. Maka kami meminta agar permohonan kami perkara No. 134/PUU-XXI/2023 tidak melibatkan Prof. Dr. H. Anwar Usman, S.H.,M.H. dalam setiap pembahasan, permusyawaratan hakim, maupun dalam persidangan-persidangan. Hal tersebut dikarenakan secara sadar kami menyatakan MOSI TIDAK PERCAYA Kepada Prof. Dr. H. Anwar Usman, S.H.,M.H. selaku Ketua Mahkamah Konstitusi yang saat ini diduga memiliki Konflik Kepentingan (conflict of interest).
Demikian surat ini kami buat dengan sadar tanpa ada paksaan dari pihak manapun.
Hormat Kami,
Pro Kader Lintas Mahasiswa Indonesia (PROKLAMASI)