Jakarta, JNcom – Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi menetapkan aturan Permendikbudristek No 53 Tahun 2023, untuk tidak mewajibkan mahasiswa S1 dan D4 mengerjakan skripsi sebagai tugas akhir diganti dalam bentuk proyek, prototipe atau yang lain dengan pertimbangan meningkatkan mutu pendidikan tinggi.
Hal ini tentu menimbulkan pendapat beragam dikalangan pelaku pendidikan meskipun peraturan tersebut tidak diwajibkan akan dikembalikan Perguruan Tinggi masing-masing.
Menurut Prof Sumaryoto peraturan tersebut tidak wajib artinya boleh saja pihak kampus membolehkan membuat skripsi, tidak ada masalah.Tentu hal ini diserahkan ke Ketua Prodi (Program Studi) untuk membuat skripsi atau tidak, karena tidak diwajibkan/dilarang dalam aturan tersebut. Karena skripsi untuk mengukur kemampuan menulis dan kemampuan memahami teori untuk kompetensi lulusannya.
“Unindra menyikapinya dengan konsisten dengan yang lalu artinya tugas akhir/skripsi wajib untuk S1 artinya bagi Unindra tidak ada masalah, tidak ada prokontra,” ujar Prof Sumaryoto Rektor Unindra kepada JURNALNUSANTARA.COM, di Jakarta, pada Jumat (08/09/2023).
Dikatakan Prof Sumaryoto sebelumnya aturan skripsi sudah lama diberlakukan sejak keputusan bersama dengan kopertis wilayah III bahwa semua perguruan tinggi, S1 perlu skripsi ini hanya mempertegas saja. Disatu sisi memberikan keluasaan masing-masing prodi untuk membuat skripsi atau tidak.
“Jadi dalam mengimplementasikan kelulusan dengan mempersyaratkan skripsi sebagai kebulatan studi, diserahkan sepenuhnya ke masing-masing program studio, yaitu apakah perlu membuat skripsi atau tidak. Dalam iPermendikbudristek No 53/2023 bukan dilarang.Kalau dilarang kemudian buat skripsi itu salah. Sebetulnya masalahnya simple kalau kemudian ribut berarti gagal paham,” imbuhnya.
Sebetulnya tambah Prof Sumaryoto tanpa skripsi juga tidak masalah tapi nanti bagaimana penilaian masyarakat awam terhadap skripsi karena dengan teknologi muncul adanya plagiat dan copypaste terhadap penulisan skripsi oleh mahasiswa tentu ini sebuah penyimpangan, tidak menjadi suatu masalah pokok namun bisa dicegah. Sehingga jangan disalahkan mahasiswanya, ini hal yang manusiawi.
“Jadi jangan ada pengalihan persoalan bahwa skripsi banyak modarotnya. Kalau memang ini terjadi menunjukkan kelemahan pihak lembaga dalam rangka pengawasan/bimbingan penulisan skripsi itu sendiri,” tandasnya. (handoko)