November 28, 2024

Jakarta, JNcom – Gerakan Pemuda (GP) Nuku bekerjasama dengan Formatika Jakarta dan Universitas Nasional menggelar diskusi publik Pilkada Damai Maluku Utara bertema “Politik Seadanya, Berkawan Selamanya”, Selasa (5/11/2024), di FISIP UNAS, Jakarta Selatan.

Acara diskusi publik menghadirkan keynote speaker Pakar Hukum Tata Negara, Prof. Dr. Margarito Kamis, SH, M.Hum dan Dekan FISIP UNAS, Dr. Erna Ermawati Chotim, M.Si. Sementara narasumber diskusi menampilkan Komisioner Bawaslu Provinsi Maluku Utara, Rusli Saraha, SE, M.A.P; Dosen Ilmu Politik FISIP UNAS, Dr. Safrizal, SIP, M.Si; dan Peneliti PRC (Politika, Research & Consulting), Muhammad Alfan Ardillah.

Dalam sambutannya, Presiden GP Nuku, Djusman Hi Umar mengatakan, Tujuan dari diskusi ini adalah memberikan diskursus terhadap masyarakat sehingga tercipta pilkada Maluku Utara bisa berjalan damai dan aman. Pemilihan tema ini karena menurut data Bawaslu tercatat memiliki tingkat kerawanan tertinggi di Indonesia, setelah Sulawesi Utara dan DK Jakarta. Sementara disisi lain Maluku Utara dalam tiga tahun terakhir dinyatakan sebagai provinsi paling bahagia.

“Kondisi ini perlu diteliti oleh generasi muda apa yang menyebabkan terjadinya konflik di Maluku Utara. Kita punya tanggung jawab moral kepada warga Maluku Utara untuk menyampaikan hal-hal yang baik bahwa politik itu sebentar dan berteman itu selamanya. Oleh karena itu saya mengajak untuk memenuhi ruang publik ini dengan informasi yang baik,” ujarnya.

Komisioner Bawaslu Provinsi Maluku Utara, Rusli Saraha, SE, M.A.P berpendapat bahwa untuk menciptakan pilkada damai, harus dimulai dari kelompok yang berkepentingan terutama penyelenggara pilkada. Menurutnya, diperlukan integritas dan professionalitas dari penyelenggara pilkada, dan dituntut untuk tidak main mata dan praktek manipulatif.

“Kecurangan dalam pilkada bisa menimbulkan kekacauan, sehingga KPU dan Bawaslu akan menjadi sasarannya karena yang berwenang sebagai penyelenggara. Ketika penyelenggara bekerja dengan baik, menjadikan momen kampanye dengan edukasi yang baik, dan masyarakat diberikan kebebasan untuk memilih, maka pilkada damai akan tercipta,” tutur Rusli

Pakar Hukum Tata Negara, Prof. Dr. Margarito Kamis, SH, M.Hum meminta kepada para calon gubernur Maluku Utara untuk tidak mengeksploitasi isu-isu agama, etnis atau sara yang menjadi pemantik terjadinya konflik demi mendapatkan suara. Ia juga berharap agar masyarakat pendukung tidak memiliki fanatisme berlebihan terhadap calon yang dipilihnya.

“Saya rasa yang penting dilakukan adalah kampanyekan dan sebarkan secara masif agar orang saling menghormati hak mereka masing-masing, jangan berkelahi karena perbedaan pilihan karena itu bukanlah adab dalam pemilu,” kata Margarito.

Peneliti PRC (Politika, Research & Consulting), Muhammad Alfan Ardillah menjelaskan, berdasarkan temuannya dalam pelaksanaan pemilu, alasan pemilih memilih calon yang jujur dan anti korupsi menempati urutan tertinggi sebesar 56,2 persen. Sementara untuk Pemilih yang memilih karena kesamaan suku dan agama hanya 1%.

“Dalam indeks kerawanan pemilu, isu sara pada dasarnya tidak memiliki pengaruh sama sekali. Hal itu berpengaruh ketika terus menerus diframing dan dibesar-besarkan,” jelasnya.

Dosen Ilmu Politik FISIP UNAS, Dr. Safrizal, SIP, M.Si melihat bahwa ketika masyarakat belum siap untuk berdemokrasi, maka kondisi inilah yang harus diatasi bersama agar masyarakat siap berdemokrasi dengan segala konsekuensinya, artinya siap menang dan siap kalah.

“Budaya politik itu bertingkat-tingkat, semakin masyarakat teredukasi maka masyarakat akan semakin menyadari bahwa berdemokrasi itu menandakan kedewasaan. Kondisi ini harus segera ditumbuhkan,” pungkasnya. (red)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *