Kota Bekasi, JNcom – Kepala Seksi (Kasi) Intelijen (Intel) Kota Bekasi, Ryan Anugrah, SH, MH, mengapresiasi masukan dari kalangan jurnalis, ormas kepemudaan dan praktisi hukum berkaitan kenakalan remaja seperti tawuran pelajar di wilayah kerjanya yang sudah sangat mengkawatirkan.
Peryataan ini disampaikan pada diskusi santai bertema “Fenomena Kenakalan Remaja di Kota Bekasi”, diadakan dalam rangka HUT ke-6 media Patroli Bins dipimpin CEO Binsar Manurung, Senin malam (28/10/2024) di kawasan Kayuringin Kota Bekasi.
Acara tersebut dihadiri jajaran Kasi Intel Kota Bekasi, Ketua Ansor Kota Bekasi Hasan Mochtar, praktisi hukum Sekertaris KAI Kota Bekasi Anton R Widodo dan Wakil Ketua PWI Kota Bekasi yang juga Ketua SMSI Budi “Uban”, Ketua Pemulung Bantargebang Deddy S dan rekan-rekan jurnalis.
Menurut Ryan, kenakalan remaja di Kota Bekasi, yakni tawuran pelajar, dinilai sudah sangat mengkawatirkan. Sehingga sering terdengar kabar yang memakan korban luka-luka bahkan hilangya nyawa, ramai menghiasi jagat pemberitaam nasional dan media sosial (medsos).
Ryan menjelaskan, kenakalan remaja biasanya seks bebas dan perkelahian. Tapi belakangan ini yang ramai adalah tawuran pelajar dan menjadi viral pada penggrebekan rencana tawuran oleh aparat keposian hingga para remaja lompat ke Kali Bekasi yang menyebabkan tewasnya tujuh remaja.
Sebagai Kasi Intel Kejari Kota Bekasi yang baru menjabat sekitar dua minggu ini, pihaknya perlu masukan bagaimana mencegah kenakalan remaja dan tawuran pelajar.
Praktisi hukum Anton R Widodo pada peryataanya lebih menekankan pada penanganan hukum pada anak. Dari kasus tawuran pelajar pasti ada pertangunjawaban pidana. Tetapi proses pemidanaannya tidak bisa berdasarkan KUHP. Harus mengacu pada sistem Peradilan Anak UU No. 11 tahun 2012.
Dalam diskusi itu terungkap beberapa faktor tawuran pelajar dan kenakalan remaja di bawah umur yakni: Pertama faktor lingkungan sebaya anak itu kurang baik juga keluarga kurang perhatian. Kedua pengaruh pemakaian obat-obatan keras. Ketiga faktor internal dalam diri anak itu karena kontrol diri yang kurang. Keempat, faktor teknologi digital dimana sekarang dari hp itu anak bisa mendapatkan dan menginformasikan hal-hal negatif maupun positif.
Dari informasi yang dikemukakakn salah satu jurnalis Noval dari kilasnusatara.id bahwa lemahnya penanganan dan pemberantasan penjualan obat-obatan keras, seperti tramadol di Kota Bekasi bahkan disinyalir menjadi bahan kutipan atau pungutan oleh para aparat keamanan juga teman-teman jurnalis.
“Obat-obatan ini banyak dijual bebas. Namun pihak kepolisian dan bahkan juga masyarakat seakan membiarkan. Penjualannya secara kamuplase toko obat, toko kecantikan dan alat-alat HP, yang dilakulkan salah satu komunitas masyarakat dari ujung Timur Pulau Sumatera,” katanya.
Hal senada juga diungkapkan Ketua GP Ansor, dia memberi contoh banyak kawasan di Kota Bekasi salah satunya di Bantargebang penjualan obat-obatan keras ini seakan dibiarkan aparat keamanan.
“Kami tegaskan pihak kepolisian untuk bertindak tegas. Menutup toko-toko penjual obat itu dan menangkap dan memproses secara hukum para pelaku penjual obat-obatan itu,” kata Hasan. (Iwan)