Srikandi TP SriwIjaya menggelar Seminar RUU PRT dan Pra Raker PP Srikandi TP Sriwijaya di Plaza Subaru Pondok Indah, Rabu (19/10/2024).
Jakarta, JNcom – Ketua Umum Srikandi TP Sriwijaya, Nyimas Aliah SE. S.Sos. M.Ikom resmi membuka kegiatan seminar RUU PPRT dan pra rapat kerja yang berlangsung di Plaza Subaru Pondok Indah Jakarta, Rabu (16/10/2024).
Nyimas Aliah menyampaikan bahwa kebutuhan perempuan sering kali dianggap tidak penting, diabaikan, dan dianggap sebagai prioritas kedua.
“Namun, coba perhatikan bagaimana Undang-Undang Politik atau Undang-Undang Infrastruktur bisa diselesaikan dalam beberapa bulan, bahkan dalam hitungan minggu,” ujarnya.
Lebih jauh, Nyimas Aliah mengungkapkan bahwa terdapat 160 organisasi yang mendukung pengesahan RUU PPRT ini. Oleh karena itu, penting untuk memiliki kegiatan konkret yang mendorong agar RUU PPRT segera disahkan dan menekankan peran aktif dalam memperjuangkan hak-hak PRT.
Nyimas Aliah menuturkan bahwa mereka akan beraudiensi dengan Puan Maharani untuk membawa isu ini, bersama dukungan dari Aktivis Koalisi Masyarakat Sipil, untuk semakin memperkuat upaya pengesahan RUU PPRT.
Nyimas Aliah menegaskan, mereka akan menjembatani dan memanfaatkan peran Srikandi TP Sriwijaya yang memiliki ide-ide sesuai dengan visinya, yaitu berperan aktif dalam memberdayakan perempuan dan melindungi anak. “Melalui visi ini, kita bisa mendorong perubahan dan memperjuangkan hak-hak yang perlu dilindungi, termasuk melalui RUU PPRT,” tuturnya.
Dalam kesempatan ini, Vivi Widyawati dari Perempuan Mahardika dan aktivis Koalisi Masyarakat Sipil mengapresiasi Ibu-ibu Srikandi TP Sriwijaya yang menjadikan RUU PPRT sebagai salah satu program kerja mereka.
“Dukungan dan keterlibatan aktif Srikandi TP Sriwijaya sangat penting dalam memperjuangkan hak-hak pekerja rumah tangga,” ungkapnya, menekankan pentingnya kolaborasi untuk mendorong pengesahan undang-undang tersebut.
“Ini adalah kebutuhan kita sekarang, mengingat perdebatan di DPR mengenai UU PPRT sangat alot,” ucap Vivi Widyawati. Ia menekankan pentingnya dukungan aktif dari berbagai pihak, termasuk Srikandi TP Sriwijaya, untuk mempercepat pengesahan undang-undang tersebut.
Vivi berharap, ke depannya, pemerintahan baru dan keaktifan Ibu-Ibu dari Srikandi TP Sriwijaya dapat lebih mendorong DPR untuk segera mengesahkan RUU ini menjadi Undang-Undang.
“Kami dalam Koalisi Masyarakat Sipil untuk UU PPRT, dipimpin oleh JALA PPRT, menekankan pentingnya kolaborasi antar organisasi untuk memperjuangkan pengesahan RUU PPRT demi perlindungan dan kesejahteraan pekerja rumah tangga,” jelas Vivi.
“Kita memperjuangkan perubahan status dari pembantu menjadi pekerja. Ini penting karena RUU ini mengakui bahwa orang yang bekerja di rumah tangga memiliki status sebagai pekerja,” ungkap Vivi.
“Saya ingin menyampaikan situasi pekerja rumah tangga (PRT) di Indonesia, yang jumlahnya sekitar 4,2 juta, ditambah banyak yang bekerja di luar negeri sebagai buruh migran,” ujar Vivi, menekankan pentingnya perlindungan bagi PRT di dalam dan luar negeri.
“Saya ingin menyampaikan situasi pekerja rumah tangga (PRT) di Indonesia, sekitar 4,2 juta orang, ditambah banyak yang bekerja di luar negeri sebagai buruh migran,” ujar Vivi, menekankan perlunya perlindungan bagi PRT di dalam dan luar negeri.
“Kategori PRT mencakup sopir, tukang kebun, dan tukang taman, tetapi hingga kini belum ada UU yang melindungi mereka. Banyak PRT bekerja dari pagi hingga malam tanpa dibayar, dan banyak yang mengalami kekerasan seksual dari majikan,” ungkap Vivi.
“Selain mengadvokasi kasus kekerasan yang dialami PRT, JALA PRT juga telah mengumpulkan banyak data. Dari tahun 2015 hingga 2019, tercatat 2.148 kasus kekerasan yang dialami oleh PRT,” ujar Vivi, menekankan pentingnya data ini untuk mendukung argumen dalam pengesahan RUU PPRT dan perlindungan hak-hak PRT.
“Kita, 19 tahun lalu, dipimpin oleh JALA PRT, telah mengajukan kepada pemerintah agar Indonesia memiliki UU PRT. Pekerja yang bekerja di rumah tangga diakui dalam Konvensi ILO 189. Pengakuan ini penting untuk memberikan hak dan perlindungan yang layak bagi pekerja rumah tangga di Indonesia,” ungkap Vivi.
“Sebagai anggota ILO, Indonesia meratifikasi setiap konvensi. Namun, sayangnya, hingga saat ini Indonesia belum meratifikasi Konvensi ILO 189,” jelas Vivi.
Tidak meratifikasi menghambat perlindungan dan pengakuan hak-hak pekerja rumah tangga di Indonesia.
Konvensi 189 adalah payung hukum internasional yang mengatur perlindungan bagi PRT, pentingnya pengakuan dan perlindungan bagi PRT sesuai dengan standar internasional ini.
“PRT adalah pekerjaan di rumah tangga yang mencakup tugas seperti membersihkan, memasak, mencuci, merawat keluarga, berkebun, menjaga rumah, menyetir, dan merawat binatang peliharaan,” ungkap Vivi.
“Seringkali, seorang PRT harus mengerjakan semua tugas di satu rumah. Oleh karena itu, kita harus berhenti menyebut mereka ‘pembantu’ dan mulai menyebut mereka sebagai ‘pekerja,'” jelas Vivi.
“PRT meringankan beban pekerjaan perempuan di rumah. Oleh karena itu, penting untuk mengakui mereka sebagai pekerja, agar kontribusi mereka dalam kehidupan sehari-hari dihargai,” ujar Vivi.
Hanna Gayatri, anggota DPR dari Fraksi PAN, menyampaikan bahwa mereka telah menghadirkan para ahli di DPR untuk menjelaskan alasan di balik belum disahkannya RUU PPRT. “Semoga RUU ini bisa segera disahkan,” ungkapnya. (Guffe).