Jakarta, JNcom – Pertemuan antara Menteri Pertahanan Republik Indonesia yang juga Presiden Terpilih, Prabowo Subianto, dengan Presiden Rusia Vladimir Putin pada 31 Juli 2024 di Moskow mengungkapkan ketertarikan Indonesia dalam menjalin kerja sama di bidang energi nuklir. Langkah ini mencerminkan strategi Indonesia untuk mengeksplorasi dan memanfaatkan teknologi nuklir dalam berbagai sektor, termasuk transportasi laut di masa depan.
Hal ini mendapat tanggapan dari Pengamat maritim dari Ikatan Keluarga Besar Alumni Lemhannas Strategic Center (ISC), DR. Capt. Marcellus Hakeng Jayawibawa, S.SiT., M.H., M.Mar., ia menjelaskan bahwa Indonesia mempunyai peluang untuk memperluas penggunaan energi nuklir dalam sektor transportasi laut.“ Lantaran teknologi propulsi nuklir menawarkan berbagai keuntungan, seperti efisiensi energi dan pengurangan emisi, yang sejalan dengan upaya global untuk mengatasi perubahan iklim dan mengejar target nasional Net Zero Emission di tahun 2060,” jelas DR. Capt. Marcellus Hakeng Jayawibawa di Jakarta, 13/08/2024.
Keunggulan operasional kapal berpropulsi nuklir tidak hanya menawarkan efisiensi, tetapi juga mendukung pengurangan emisi gas rumah kaca. Sektor maritim, yang menyumbang 2 sampai 3% dari total emisi karbon dioksida dunia, membutuhkan teknologi yang lebih bersih dan efisien. Dengan mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil, kapal nuklir dapat membantu Indonesia mencapai target pengurangan emisi sesuai Perjanjian Paris.
Ditambahkan olehnya bahwa kapal berpropulsi nuklir memiliki kemampuan berlayar dalam jangka waktu lama. “Kapal-kapal Ini akan berlayar tanpa perlu pengisian bahan bakar, maka sangat relevan bagi kondisi geografis Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau. Kendati demikian, pengoperasian kapal nuklir memerlukan infrastruktur canggih, termasuk fasilitas untuk penanganan bahan bakar dan pengelolaan limbah radioaktif,” papar Capt. Marcellus Hakeng Jayawibawa.
Saat ini di Indonesia, menurut Capt. Hakeng, masih terbatas dalam infrastruktur yang mendukung teknologi ini, dan investasi besar diperlukan untuk pembangunannya.
“Maka tantangan selanjutnya adalah regulasi yang ketat. Regulasi yang ketat serta jelas sangat diperlukan untuk memastikan keamanan operasional dan perlindungan lingkungan. Indonesia perlu mengembangkan regulasi yang sesuai dengan standar internasional dan bekerja sama dengan Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) untuk memastikan bahwa teknologi ini memenuhi persyaratan keselamatan global,” urai Capt. Hakeng.
Selain infrastruktur dan regulasi, tambah Alumni Magister Ilmu Hukum Universitas Bhayangkara Jakarta Raya tahun 2024 ini, pelatihan sumber daya manusia juga menjadi tantangan. Teknologi propulsi nuklir memerlukan tenaga kerja yang kompeten dan tersertifikasi untuk menangani bahan bakar nuklir dan sistem propulsi yang kompleks.
“Indonesia masih berada pada tahap awal dalam pelatihan tenaga kerja di bidang ini, dan pelatihan serta pengembangan profesional yang lebih lanjut sangat diperlukan,” ujar Capt. Marcellus Hakeng Jayawibawa.
Menurut Capt. Hakeng, untuk mengatasi berbagai tantangan ini, diperlukan komitmen kuat dari pemerintah, sektor swasta, dan komunitas internasional. Pengembangan infrastruktur, regulasi yang efektif, dan pelatihan tenaga kerja yang kompeten harus menjadi prioritas dalam upaya Indonesia untuk mengimplementasikan teknologi propulsi nuklir pada kapal laut. Dari perspektif ekonomi, biaya investasi awal untuk pengembangan kapal berpropulsi nuklir dan infrastruktur pendukungnya sangat tinggi.
“Maka Pemerintah Indonesia perlu mempertimbangkan apakah manfaat jangka panjang dari penghematan biaya operasional dan pengurangan emisi dapat mengimbangi biaya awal yang besar ini. Analisis ekonomi mendalam diperlukan untuk mengevaluasi apakah keuntungan jangka panjang sepadan dengan investasi awal,” imbuhnya seraya menambahkan bahwa aspek geopolitik juga memainkan peranan penting dalam adopsi teknologi nuklir di sektor maritim.
Diingat oleh Capt. Hakeng bahwa penggunaan teknologi ini dapat mempengaruhi dinamika regional, terutama di Asia Tenggara yang sensitif terhadap isu-isu nuklir. Indonesia perlu mengelola dengan hati-hati aspek politik dan diplomatik yang terkait, dengan memastikan bahwa teknologi ini diterima secara luas dan tidak menimbulkan ketegangan geopolitik.
“Strategi diplomatik yang bijaksana dan koordinasi internasional akan menjadi kunci dalam mengoptimalkan potensi teknologi propulsi nuklir sambil mengatasi hambatan yang ada,” jelas Capt. Hakeng.
Pengembangan teknologi propulsi nuklir juga membuka peluang bagi Indonesia untuk memperkuat posisi strategisnya di kancah internasional. Dengan memanfaatkan teknologi canggih ini, Indonesia dapat meningkatkan kapabilitas maritimnya, yang pada gilirannya memperkuat daya saing negara dalam perdagangan global serta meningkatkan keamanan dan kedaulatan wilayah lautnya. Teknologi ini juga dapat menempatkan Indonesia sebagai pionir di kawasan Asia Tenggara dalam penerapan teknologi maritim berkelanjutan.
Dijelaskan pula oleh Capt. Marcellus Hakeng bahwa pengembangan teknologi nuklir ini tidak lepas dari tantangan sosial. Masyarakat Indonesia mungkin memiliki kekhawatiran tentang keselamatan dan dampak lingkungan dari penggunaan nuklir, terutama mengingat sejarah kecelakaan nuklir yang pernah terjadi di dunia.
“Oleh karena itu, diperlukan upaya sosialisasi yang kuat untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang manfaat dan risiko teknologi ini, serta langkah-langkah keselamatan yang akan diambil,” imbuh Capt. Hakeng. (Red)