Prof. Dr Laode Husein SH M. Hum, Anggota Komisioner Polisi Nasional (Kompolnas) RI periode 2006-2009 dan 2009-2012
Jakarta, JNcom – Prof. Dr. H. Laode Husen, SH., MH mengatakan dalam penyelenggaraan negara ada prinsip yang tidak boleh dilanggar yakni pemerintahan yang baik dan bersih termasuk di dalamnya ketaatan hukum atau perundang-undangan. Anggota Komisioner Polisi Nasional (Kompolnas) RI dua periode 2006-2009 dan 2009-2012 ini diminta tanggapannya seputar polemik yang terjadi di Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah.
Diberitakan sebelumnya, ada upaya dari pihak tertentu yang ingin mencaplok wilayah- kerja yang ada di Pelabuhan Bungku, Kabupaten Morowali. Upaya ini ditentang banyak pihak lantaran melanggar aturan perundang-undangan dan semangat pemekaran yang intinya adalah pendekatan pelayanan publik. Bahkan puluhan pengusaha jasa angkutan laut secara tegas menolak kembali ke UPP. Kolodale, Kabupaten Morowali Utara.
Para pengusaha ini merasa sudah nyaman mendapat pelayanan yang dekat, baik serta ekonomis. Selain itu jaraknya juga sangat dekat karena berada di Kecamatan Bungku Tengah Kabupaten Morowali ketimbang ke Pelabuhan Kolonodale Kabupaten Morowali Utara yang jaraknya mencapai 200 kilometer.
UPP Bungku terpisah dari UPP Kolonodale diatur dalam Peraturan Menteri nomor 17 tahun 2023 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan.
Dalam PM nomor 17 tahun 2023 tidak disebutkan bahwa Kecamatan Bahodopi, Bungku Timur, Kecamatan. Bungku Pesisir, Bungku Selatan dan Bungku Barat menjadi wilayah kerja UPP Kolonodale. Juga tidak disebutkan secara tegas menjadi wilayah kerja UPP Bungku namun yang menjadi ironi UPP Kolonodale berupaya menjadikan wilayah kerjanya padahal secara geografis sangat dekat dengan Pelabuhan Bungku dan juga berada dalam wilayah administrasi pemerintahan Kabupaten Morowali.
Pada aturan yang lebih tinggi yakni UU nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran pasal 103 huruf a. Peraturan Pemerintah nomor 61 thn 2009 tentang kepelabuhanan pada pasal 110 (2) huruf a.
Peraturan Menteri Perhubungan nomor 52 tahun 2021 tentang terminal khusus pada pasal 1 ( 4 ) kesemuanya menegaskan bahwa “terminal” khusus ditetapkan menjadi bagian dari pelabuhan terdekat pertimbangan efisiensi & efektifitas pelayanan serta pengawasan.
Merujuk pada peraturan di atas praktis wilayah-wilayah yang berada di Kabupaten Morowali, menjadi kewenangan UPP Bungku. Menurut Prof. Laode Husen, setiap kebijakan yang dikeluarkan tidak boleh bertentangan dengan peraturan lebih tinggi itu sesuai dengan semangat UU nomor 12 tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan yang dapat dilihat pada pasal 7 terkait hirarki perundang-undangan. Bila terjadi resintensi kepada aturan yang lebih rendah maka harus kembali ke peraturan lebih tinggi semisal UU dan PP.
Prof. Laode menegaskan pejabat publik tidak boleh membuat kebijakan yang berpotensi menguntungkan diri sendiri maupun kelompoknya. Bila ini terjadi lanjutnya ini penyalahgunan kewenangan. Menggunakan sarana dan fasilitas yang ada dengan tujuan menguntungkan diri sendiri dan kelompok lain.
“Selain itu tidak boleh membuat aturan yang bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi dan juga kepentingan masyarakat. Kebijakan petunjuk teknis atau SOP, pertama tidak boleh melanggar kepentingan umum, kedua tidak boleh melanggar aturan yang lebih tinggi. Apalagi kalau berpotensi merugikan negara serta menghambat bahkan menghilangkan potensi ekonomi yang berdampak merugikan masyarakat itu bisa diproses hukum,” tandasnya.
Ketika disinggung apakah masalah ini bisa diadukan ke PTUN atau Ombudsman, Laode menyarankan lebih tepat ke Ombudsman, bila terjadi pelayanan buruk atau mal administrasi. Para pengusaha jasa angkutan laut di Morowali berencana akan mengadu ke PTUN dan Ombudsman.
Menurut Laode, PTUN bila ada keputusan yang merugikan masyarakat. Sedangkan Ombudsman bila pelayanan buruk atau terjadi mal administrasi. Lebih lanjut dikatakan aparat penegak hukum juga bisa meminta BPK audit investigasi. Untuk tahap ini publik pengguna jasa terlebih bahulu membuat Laporan ke aparat penegak hukum.
“Nanti aparat penegak hukum yang bersurat ke Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk melakukan audit ivestigasi, ” saran Laode Husen.
Publik bisa mengambil langkah itu manakala ada indikasi adanya upaya atau kebijakan-kebijakan yang berpotensi merugikan negara.
“Saya kira setiap penyelenggara harus mengutamakan kepentingan publik dibanding dengan kepentingan pribadi kelompok maupun golongan,” ujarnya.
Bilamana ada yang nekat melakukan perbuatan melawan hukum patut diduga ada motif tertentu seperti ekonomi atau bisnis dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau kelompok dan biasanya berpotensi merugikan negara serta menghambat dan hilangnya potensi ekonomi yang pada akhirnya merugikan masyarakat.
“Sebenarnya PM 17 tahun 2023 ini final dan tidak ada masalah, yang menjadi masalah karena adanya pihak yang punya interpretasi sendiri serta memaksakan melakukan pengawasan di wilayah yang tidak disebutkan pada PM tersebut dan juga bertentangan dengan UU tentang pelayaran serta PP tentang kepelabuhanan yang dengan tegas disebutkan bahwa tersus itu ditetapkan menjadi bagian dari pelabuhan terdekat, ini yang masalah dikarenakan upaya tersebut tidak berdasar dan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan serta mendapatkan resistensi dari masyarakat karena dianggap merugikan,” pungkas Prof. Laode. (Red)