Jakarta, JNcom – Maraknya iklan yang memanfaatkan media sosial sebagai fasilitas untuk mempromosikan produknya, selain mudah didapat juga produsen perlu memperhatikan ketentuan peraturan yang berlaku. Seperti halnya akhir-akhir ini viral sebuah tayangan iklan perusahaan air minum yang mengklaim produknya 100 persen murni dan Indonesia menimbulkan pertanyaan publik.
Padahal, jika mengacu pada Etika Pariwara Indonesia yang dikeluarkan oleh Dewan Periklanan Indonesia pasal 1.20 menyebut bahwa Penggunaan kata “100%”, “murni”, “asli” atau yang bermakna sama untuk menyatakan sesuatu kandungan, kadar, bobot, tingkat mutu, dan sebagainya kecuali jika disertai dengan bukti yang dapat dipertanggungjawabkan.
Menyikapi hal tersebut, Ketua Badan Pengawas Periklanan Perusahaan Periklanan Indonesia (BPP–P3I) Susilo Dwi Hatmanto menilai bahwa iklan yang mengklaim 100 persen seperti itu adalah ambigu.
“Kami berpendapat yang mengklaim 100 persen itu seperti ambigu. Intinya kami juga mempertanyakan 100 persennya seperti apa, karena dalam Etika Pariwara Indonesia mengharuskan ada pembuktian. Namun setahu saya, iklan tersebut untuk mengcounter isu boikot. Jika terbukti salah pun, BPP hanya bisa memberikan teguran,” ujar Susilo, Kamis (13/6/2024) di jakarta.
Menurutnya, dari sisi konsumen tidak berdampak secara langsung dan tidak menjadi masalah karena airnya asli dari Indonesia, namun sebagai konsumen juga berhak mengkritisi ketika mengklaim 100 persen. “Saya berharap untuk berhati-hati dalam mengklaim karena ketika ada yang mengkritisi akan mempengaruhi kredibilitas,” tambahnya.
Sementara itu, Dosen Periklanan Polimedia (Politeknik Media), Andre Donas berpendapat bahwa menilai sebuah iklan harus dilihat dari tujuannya. Menurutnya, iklan tersebut bisa jadi dibuat untuk menjawab persoalan sentimen yang dibangun masyarakat, contohnya soal boikot produk yang dianggap terafiliasi Israel.
“Saya kira yang berhak menilai 100 persen adalah BPOM. Jika bersalah, yang paling mungkin memberikan bertindak adalah BPP P3I dan Menkominfo untuk menarik peredaran iklannya,” jelas Andre.
Untuk iklan yang dinilai over claim, lanjutnya, tentunya akan berdampak buruk bagi konsumen sehingga perlu segera ditarik iklannya. Oleh karena itu, Ia meminta agar konsumen bersikap cerdas menyikapi setiap iklan yang beredar dan melaporkannya kepada lembaga yang berwenang jika dianggap merugikan. (***)