Jakarta, JNcom – Semakin meningkatnya penggunaan rokok elektronik merupakan tantangan besar yang harus dihadapi bersama untuk menyelamatkan generasi mendatang. Berdasarkan data Global School-based Student Health Survey (GSHS) yang dilakukan WHO tahun lalu, sebesar 12,6% murid sekolah usia 13-17 tahun di Indonesia menggunakan rokok elektronik. Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran dan menunjukkan ancaman nyata yang menargetkan kalangan muda
Pengurus Persatuan Dokter Paru Indonesia (PDPI), dr. Annisa Dian Harlivasari mengatakan, menggilanya rokok elektronik di pasaran akan menjadi bom waktu dalam beberapa tahun ke depan jika dibiarkan. Persepsi yang dibangun bahwa rokok elektronik cenderung lebih aman dibanding rokok biasa tanpa mencari tahu komposisi bahan yang terkandung didalamnya akan berbahaya.
“Selain mengandung nikotin yang mengancam kesehatan, juga terdapat seperti formaldehyde, glycol, gliserol dan lainnya yang dapat menyebabkan pernapasan bahkan kanker paru,” jelasnya.
Berdasarkan laporan Tobacco Enforcement and Reporting Movement (TERM) dari Vital Strategies menyebut bahwa promosi, iklan, dan sponsor rokok elektronik menargetkan anak muda. Hal tersebut menggarisbawahi pemasaran yang berorientasi pada rasa yang unik, warna kemasan produk yang keren, canggih, dan bisa dimodifikasi. Semua hal ini digabungkan menjadi sebuah gaya hidup baru untuk anak muda.
Hal ini sejalan dengan temuan Indonesian Youth Council for Tobacco Control (IYCTC) dalam sebuah kajian berjudul Rokok Elektronik: Baju Biru Bisnis Adiktif yang menyatakan bahwa iklan, promosi, dan sponsor rokok sangat masif di media sosial dan tak jarang dilakukan oleh influencer yang memiliki potensial follower remaja dan dewasa muda.
“Produsen rokok elektronik sangat militan sekali dalam penjualan, mengiklankan, bahkan mempromosikan dengan hal yang menarik untuk kaum muda, ini kondisi gawat darurat untuk kita semua. Pemerintah harusnya belajar dari kejadian masa lampau, ini seperti dejavu, dulu awal rokok jadi tren juga dimulai seperti ini. Seharusnya ini menjadi alarm bagi pemerintah untuk bekerja lebih cepat lagi dalam permasalahan rokok.” ujar Manik Marganamahendra, Ketua Umum IYCTC.
Momentum Hari Tanpa Tembakau Sedunia tahun ini, tambah Manik, harus dimanfaatkan sebagai bagian dari upaya melawan promosi masif rokok elektronik yang jelas salah kaprah, Social Force in Action for Tobacco Control (SFA for TC) bersama #SuaraTanpaRokok menginisiasi kampanye digital #DirtyEcigs yang dimulai sejak April hingga Juni 2024.
Sementara itu Sarah Muthiah Widad, Campaign Manager dari #DirtyEcigs campaign menyatakan,“Kampanye Hari Tanpa Tembakau Sedunia Ini merupakan cara kami anak muda yang jelas terganggu oleh promosi sesat rokok elektronik. Antusiasme anak muda untuk ikut kampanye #DirtyEcigs menunjukkan bahwa banyak dari mereka yang tidak ingin terus menerus menjadi sasaran produk rokok khususnya rokok elektronik. Harapannya, terutama di Hari Tanpa Tembakau Sedunia, kampanye ini dapat menghimpun suara anak muda lebih banyak dan keras lagi untuk melawan kebohongan rokok elektronik”.
Salah satu kegiatan rangkaian kampanye #DirtyEcigs adalah doodling challenge yang mengajak kaum muda mengubah foto terkait rokok elektronik menjadi karya yang menggambarkan sesuatu yang lebih positif, asyik, sehat, dan bermanfaat. Hingga saat ini lebih dari 250 karya terkumpul hasil dari antusiasme campaigner #DirtyEcigs di seluruh Indonesia.
Kampanye #DirtyEcigs sudah berjalan di Instagram sejak bulan April lalu dan masih akan terus berjalan untuk melawan promosi rokok elektronik. Selain doodling challenge, rangkaian kampanye ini juga akan diisi dengan TikTok challenge berkonsep pantun bersambung yang akan hadir hingga akhir Juni 2024. Silakan kunjungi akun instagram @sfafortc dan @suara_tanpa_rokok untuk bergabung dalam kampanye ini. (Red/my)