Jakarta, JNcom – Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas mengeluarkan surat edaran No SE 1 tahun 2024 tentang penyelenggaraan ibadah Ramadan 2024 dan Idul Fitri 1445 H yang ditandatangani pada tanggal 26 Februari 2024.Namun tetap berpedoman pada Surat Edaran Menteri Agama Nomor 05 Tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Mushola.
Diketahui Surat Edaran ini ditujukan kepada Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi, Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota, dan Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan.Dan juga kepada pimpinan organisasi kemasyarakatan Islam, pengurus Badan Kesejahteraan Masjid, pengurus Majelis Dai Kebangsaan, pengurus dan pengelola masjid/musala, panitia Hari Besar Islam tingkat provinsi dan kabupaten/kota, serta masyarakat muslim di Indonesia.
Menurut Prof Utang Ranuwijaya, Surat Edaran yang dikeluarkan Kementerian Agama sebagai sebuah anjuran saja dan bisa bersifat pilihan, siapa yang akan mengikutinya secara ketat sesuai yang tersurat silakan, atau ada yang hanya memahami dan menjalankannya sebagian saja, juga silakan atau bahkan ada yang mengabaikan edaran itu tentu diserahkan kepada masing-masing pihak.
“Tentu saja, bisa juga atas pertimbangan kondisi dan situasi lingkungannya masing-masing yang berbeda-beda,” ujar Prof.DR.H.Utang Ranuwijaya, MA, Guru Besar Pemikiran Islam dan Pengamat Sosial Keagamaan kepada JURNALNUSANTARA.COM, di Jakarta, Minggu (10/03/2024).
Dikatakan Prof Utang Ranuwijaya, yang juga sebagai Ketua MUI bidang Pengkajian dan Penelitian, penggunaan pengeras suara itu sudah ada sejak dulu, yang secara turun temurun berlaku pada seluruh masyarakat muslim Indonesia sampai sekarang. “Masyarakat non muslim sepengetahuan saya juga cukup nyaman, tidak ada masalah, dan tidak pernah merasa terganggu dengan suara-suara yang bersifat keagamaan dari pengeras suara,” imbuhnya.
“Sebagaimana umat Islam tidak pernah merasa terganggu oleh suara lonceng dari gereja. Sangat berbeda jauh halnya dengan mendengar bisingnya suara kenalpot kendaraan atau suara gonggongan anjing yang saling bersahutan,” tegasnya.
Seperti diketahui shalat, azan dan mengaji merupakan ibadah umat Islam yang seharusnya dilaksanakan dengan khusyu’ tanpa beban dan aturan tambahan, kecuali aturan-aturan yang sudah ada dalam dalil syar’i.
“Adalah sangat naif bagi umat Islam sebagai penduduk mayoritas di negara yang berdasarkan Pancasila dengan sila pertamanya Ketuhanan Yang Maha Esa dalam beribadah menjalankan syariatnya dengan baik dan benar, serta mengembangkan syi’arnya yang sudah sangat arif dan bijak masih juga dipersoalkan. Justru sebaliknya, bisa jadi dengan munculnya surat edaran ini bisa memancing masalah baru dan menimbulkan kegaduhan pada masyarakat yang semula sudah nyaman. (s handoko)