Jakarta, JNcom – Ketua Tim Khusus kampanye nasional partai Buruh, Sahid Salahuddin menilai diskriminasi kepada pekerja dan buruh untuk mengimplementasikan hak politiknya terus terjadi sepanjang tahapan pemilu. Sejak dimulainya tahapan verifikasi, banyak terjadi kasus pekerja guru yang dilarang untuk instansi atau perusahaan tempatnya bekerja untuk menjadi pengurus bahkan untuk sekedar menjadi anggota partai buruh. Hal tersebut disampaikannya disela-sela aksi Partai Buruh, Selasa (2/1/2024).
Menurutnya, para bos dan pemegang jabatan di level manajemen bisa dengan bebas berpartai tetapi buruhnya dilarang berpolitik. Ancamannya selalu seragam juga berpolitik akan dipecat dan atau kontrak kerjanya tidak akan diperpanjang.
Bahkan sampai pada perusahaan yang melarang kerjanya untuk membuat postingan yang terkait dengan partai politik di media sosial. Gerak-gerik bekerja di luar perusahaan pun dimata-matai
Kondisi lebih parah jadi di masa tahapan pencalonan banyak caleg partai buruh yang dipaksa cuti tanpa dibayar upahnya sebagian yang lain diminta mengundurkan diri setelah ditetapkan daftar calon tetap dalam (DCT) oleh KPU.
Kasus yang paling ironis terjadi di Sulawesi Utara sebuah perusahaan BUMN secara sengaja menghambat kader kota buruh untuk ikut dalam pencalonan dengan cara yang tidak menerbitkan surat pemberhentian sedangkan buruh yang bersangkutan sudah berulang kali mengajukan permohonan berhenti dari tempat yang bekerja akibatnya KPU Sulut mencoret Kader Partai buruh dari DCT
Kasus-kasus di atas sejatinya tidak akan terjadi jika Bawaslu menjalankan “fungsi pencegahan” dengan cara mengingatkan instansi dan perusahaan tentang hak politik para buruh sayangnya Bawaslu hannya berdiam diri bahkan Bawaslu hannya membenarkan tindakan pencoretan kadar partai buruh dari DCT DPRD provinsi Sulawesi Utara padahal Bawaslu seharusnya justru berperan melindungi hak politik warga negara.
Sejak terbitnya bosan mahkamah konstitusi nomor 011-017 dari/tuu-1 2003 tanggal 24 Februari 2004 dan dinyatakan kembali dalam banyak putusan yang lain telah tegas menyatakan bahwa hak konstitusi warga negara Indonesia untuk berpolitik (politik right) khususnya hak untuk dipilih (right to be candidate) adalah hak yang dijamin oleh konstitusi, undang-undang dan konvensi internasional sehingga pembatasan penyimpangan peniadaan dan penghapusan akan hak dimaksud merupakan pelanggaran terhadap hak asasi dari warga negara
Putusan mahkamah tersebut antara lain didasari oleh adanya ketentuan pasal 28 C ayat 2 UUD 1945 yang menyatakan: setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam perjuangan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat bangsa dan negaranya
Kemudian ada pula pasal 28 D ayat 1 UUD 1945 yang menyatakan setiap orang berhak atas pengakuan jaminan perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum pasal 28 d ayat 3 undang-undang 45 juga menegaskan setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan
Pasal 21 Deklarasi universal hak asasi manusia (DUHAM) pasal 25 international tentang hak asasi sipil dan politik yang telah diratifikasi dengan undang-undang nomor 12 tahun 2005 tentang pengesahan internasional komponen outside and political rights ( Kovenan internasional tentang hak-hak sipil danl politik)dan pasal 43 undang-undang nomor 39 tahun 1999 tentang hak asasi manusia juga turut menjadikan landasan oleh mahkamah konstitusi
Berdasarkan alasan hukum di atas maka partai buruh mendesak kepada Bawaslu untuk Pertama menerbitkan himbauan kepada instansi pemerintah BUMN/ BUMD maupun perusahaan swasta untuk tidak melakukan tindakan pelarangan pengancaman serta intimidasi kepada guru yang menjadi anggota pengurus termasuk menjadi calon anggota legislatif atau caleg Bawaslu harus memberikan jaminan kebebasan politik kepada pekerja/ buruh
Kedua Bawaslu RI harus mengambil alih kasus caleg DPRD Sulawesi Utara asal partai buruh yang dicoret oleh dari DCT melalui ke mekanisme koreksi putusan dengan cara membatalkan putusan bahwa seluruh Sulawesi Utara sebagaimana hal tersebut di atas dibenarkan menurut ketentuan pasal 85 Perbawaslu nomor 9 tahun 2022 tentang tata cara penyelesaian sengketa proses pemilihan umum. (Salamah)