Jakarta, JNcom – Keberhasilan Indonesia dalam meningkatkan kualitas pendidikan pada literasi membaca mengalami kenaikan peringkat dibanding hasil studi PISA 2018, Indonesia telah naik 5 sampai 6 peringkat dibandingkan negara lain pada setiap kategori seperti literasi Matematika, Bahasa Indonesia dan sains.
Seperti diketahui PISA merupakan kegiatan yang diselenggarakan oleh OECD (Organization for Economic Co-Operation and Development) untuk mengukur literasi membaca.
Indonesia telah bergabung dengan PISA sejak pertama kali diselenggarakan pada tahun 2000, dengan tujuan untuk membandingkan dan memantau kualitas pendidikan dengan negara lain.
PISA yang diadakan setiap tiga tahun sekali ini, pada tahun 2022 telah diikuti oleh 81 negara yang terdiri dari 37 negara OECD dan 44 negara mitra lainnya.
Keberhasilan Indonesia dalam meningkatkan peringkat membaca di berbagai kategori mendapatkan komentar bahagia dari sang Menteri Pendidikan.
“Alhamdulillah peringkat Indonesia di PISA 2022 telah naik sekitar 5-6 posisi dibandingkan PISA 2018,” ungkapnya.
Menurut Prof Sumaryoto sebetulnya kalau bicara pemeringkatan perguruan tinggi bisa jadi beberapa lembaga yang membuat peringkatan berbeda- beda artinya yang mau ditonjolkan apa dalam tridarma ada yang bidang riset, bidang pembelajaran dan bidang pengabdian masyarakat.Bidang pembelajaran pun bisa dipilah- pilah lagi seperti bidang manajemen dan bidang sumber daya manusianya.
“Kalau ada pemeringkatan menyangkut literasi terkait di perguruan tinggi bagaimana mahasiswa itu harus bisa benar-benar memanfaatkan perpustakaan secara optimal. Karena bagaimanapun disebuah lembaga pendidikan perpustakaan itu merupakan jantung dari perguruan tinggi apalagi ada perpustakaan digital dalam penggunaannya/mengaksesnya lebih mudah dan kapanpun bisa.Termasuk di Unindra sudah digital,” ujar Prof Sumaryoto selaku Rektor Unindra kepada JURNALNUSANTARA.COM , di Jakarta, Kamis (14/12/2023).
Dikatakan Prof Sumaryoto jika ada pemeringkatan perguruan tinggi , harus dilihat dari sudut pandang yang positif kalau masih rendah peringkatnya harus dijadikan evaluasi dan koreksi, sebaliknya jika peringkatnya membaik harus dipertahankan.
“Masyarakat dalam menanggapi peringkat perguruan tinggi dari berbagai sisi apalagi dibidang keilmuan masyarakat cukup awam dalam menanggapinya,” urainya
Prof Sumaryoto juga menyebut dengan peringkat 5 dan 6 dari ratusan negara cukup bagus cuma menyikapinya biasa/wajar saja jika sudah baik ditingkatkan/dipertahakan kalau kurang menjadi evaluasi.
“Untuk melihat hasil peringkat harus objektif terkadang kualitas baik tapi karena faktor peringkatnya dihuruf abjad paling bawah misalnya huruf Z sehingga nilainya kurang baik.Jadi banyak faktor untuk menilai peringkat perguruan tinggi artinya tidak bisa kita terima mentah-mentah harus dilihat apa kriteria dan dasar penilaiannya sehingga harus disikapi secara positif/wajar karena mereka punya kriteria, acuan dan variabel tersendiri dalam menilai peringkat perguruan tinggi. Terlebih lagi jika menyangkut data , nama harus hati-hati dan detail,” terangnya.
Kemudian apa positifnya bagi perguruan tinggi baik negeri maupun swasta dengan peringkat ini, Prof Sumaryoto menyebut positifnya kalau kita menyikapi secara positif juga dalam rangka untuk membenahi, meningkatkan dan memperbaiki justru akan menjadi acuan yang baik.Artinya Justru kalau orang luar menilai jangan serta merta kita marah atau menolak justru menjadi renungan, introspeksi dan menjadi dasar untuk menjadi kebijakan yang lebih baik.
“Saya menyikapi penilaian peringkat perguruan tinggi secara positif dalam rangka introspeksi, memperbaiki, dan melengkapi karena biar bagaimanapun kita mempunyai kekurangan karena sehebat apapun perguruan tinggi pasti ada kelemahan. Terkadang kita tidak tahu kelemahannya dimana malah orang lain yang tahu sehingga kritik dari luar harus diterima untuk perbaikan,” tandasnya. (s handoko)