Jakarta, JNcom – Karena setiap agama menyimpan primordialisme para penganutnya, Dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Helmi Hidayat, sangat tidak setuju jika isu-isu agama dikapitalisasi untuk kepentingan politik sesaat. Dia berpendapat primordialisme agama bisa mendorong pemeluk agama-agama ke arah fanatisme buta yang berbahaya buat kemanusiaan.
‘’Primordialisme adalah perasaan atau ikatan kuat seseorang kepada sesuatu yang abstrak, misalnya kesukuan atau agama. Jika isu kesukuan atau keagamaan dipolitisasi, biasanya masyarakat yang terikat dengan suku atau agama itu akan mudah marah dan dihasut. Di sinilah berbahayanya politisasi isu-isu agama juga kesukuan,’’ jelas Helmi Hidayat ketika dihubungi Jurnalnusantara.com di Jakarta, Minggu (22/10/2023).
Alumnus Pondok Modern Gontor ini menjelaskan, agama awalnya adalah nilai-nilai kebenaran dari langit yang sengaja diturunkan Tuhan agar umat manusia jadi terarah dan punya tujuan hidup. Dia mencontohkan, menurut nilai-nilai langit bermabuk-mabukan, berzina, berjudi, mengundi nasib, menyembah berhala adalah perbuatan salah meski semua perbuatan itu tidak menimbulkan bahaya langsung buat orang lain semisal membunuh atau merampok.
‘’Dalam Islam, semua contoh pertama disebut ‘fahsya’, sedangkan contoh kedua disebut ‘munkar’. Ketika semua nilai itu baik ‘fahsya’ maupun ‘munkar’ dikodifikasi dan ditulis dalam bentuk buku-buku suci, jadilah semua nilai yang semula abstrak itu disebut agama dengan semua aturannya seperti yang kita kenal dalam semua agama selama ini,’’ tegas Helmi Hidayat.
Agar semua aturan agama-agama dilaksanakan dengan penuh ketaatan oleh semua penganutnya, alumnus IAIN Jakarta ini menjelaskan semua agama langit menjanjikan kehidupan setelah mati. ‘’Mereka yang berbuat baik dan taat pada ajaran agama dijanjikan kesenangan surga, sedangkan mereka yang berbiuat jahat dan melawan perintah agama diancam oleh penderitaan neraka. Dari sinilah mulai timbul primordialisme agama. Apa pun akan dilakukan seorang penganut agama asalkan dia yakin perbuatan itu membuatnya masuk surga,’’ jelas Helmi Hidayat.
Itulah sebabnya, lulusan The University of Hull, Inggris, ini menjelaskan bahwa agar semua aturan agama dilaksanakan dengan baik, sejumlah agama mengajarkan umat mereka ibadah-ibadah yang tampaknya tidak masuk di akal tapi tetap saja dilakukan oleh para penganut agama itu.
Dia mencontohkan ibadah haji dalam Islam, yang disebutnya tidak masuk akal sebab umat Islam diminta berputar-putar tujuh kali di sekitar Kabah dan mau saja diminta mencium batu hitam.
‘’Apakah berputar-putar di sekeliling Kabah rasional? Buat mereka yang menafsirkannya rasional, ya rasional. Tapi, buat mereka yang tak sampai pada tafsir rasional tentang ibadah itu, semuanya tak penting buat mereka asalkan mereka masuk surga. Itulah yang disebut iman atau percaya. Itulah primordialisme. Umat Islam percaya dengan melakukan semua itu mereka akan masuk surga, entah rasional atau tidak,’’ tegas Helmi Hidayat.
Dengan kepercayaan yang tinggi kepada agama-agama yang mereka peluk itu, Helmi Hidayat meminta semua pihak merenung betapa berbahaya jika semua kepercayaan atau keimanan yang sangat mendalam itu dipolitisasi.
‘’Sekali lagi saja seorang ulama Islam atau tokoh-tokoh agama lain menjelaskan di tempat-tempat ibadah mereka tentang tafsir mereka yang tendensius terhadap tokoh politik tertentu atau pemerintah tertentu, sangat mungkin yang muncul adalah ketidakpercayaan publik kepada mereka yang dituduhkan. Di sinilah bahayanya politisasi isu agama, padahal tafsir tokoh agama itu belum tentu benar,’’ jelasnya. (han)