Jakarta, JNcom – Dalam era globalisasi yang semakin terkoneksi, kerja sama desa telah menjadi kunci penting dalam mempromosikan pembangunan berkelanjutan dan meningkatkan kualitas hidup di seluruh dunia.
Di tengah tantangan global seperti perubahan iklim, kemiskinan, dan krisis kesehatan, kerja sama antar desa dalam skala internasional mampu menciptakan dampak yang positif dan berkelanjutan.
Hal inilah yang diungkapkan oleh Wamendes PDTT, Prof. Dr. H. Paiman Raharjo, M.M., M.Si dalam seminar nasional bertajuk ‘Kerja Sama Desa dalam Konteks Global’ yang digelar Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama), Senin, 15 Agustus 2023.
Menurut Prof. Paiman, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi memiliki visi terwujudnya Indonesia yang berdaulat, mandiri, dan berkepribadian yang berlandaskan gotong royong dengan fokus pada 18 bidang pembangunan desa yang disebut 18 SDGs Desa.
Untuk mencapai hal-hal tersebut, lanjut Prof. Paiman, disalurkan dana desa yang angkanya cukup besar. “Tahun 2022 dana desa mencapai Rp68 triliun, naik menjadi Rp70 triliun di 2023 dan akan naik lagi menjadi Rp84 triliun di 2024. Ini adalah komitmen pemerintah untuk pembangunan desa dan mendukung terciptanya desa yang mandiri dan maju,” jelas Prof. Paiman.
Hal senada juga diungkapkan oleh Wakil Rektor I Universitas Moestopo, Prof. Dr. Budiharjo, M.Si. yang menjelaskan bila di tengah era globalisasi saat ini harus diciptakan integrasi ekonomi nasional.
“Untuk mewujudkan pembangunan dan pemerataan desa secara kebersamaan harus dilakukan pendekatan Triple Track Strategy yaitu strategi yang pro-growth, pro-job, dan pro-poor, ini akrab dengan sebuah pembangunan kebijakan yaitu ekonomi nasional yang berbasis pada kesejahteraan sosial atau masyarakat,” jelas Prof. Budiharjo.
Dalam konteks global, hubungan interdependency ini tercipta antara aktor Hubungan Internasional (state atau non-state) dengan organisasi, non- organisasi, atau aktor sub state.
“Kita perlu glokalisasi menuju globalisasi. Pembangunan desa merupakan momentum atas booster yang harus diprioritaskan sebagai upaya dari lokal menuju global. Desa menjadi bagian yang sangat penting. Metode bottom up yakni dari desa dilakukan pembangunan. Dari lokal menuju ke global,” lugas Ketua Umum Asosiasi Ilmu Hubungan Internasional Indonesia, Dr. Asep Kamaluddin N., S.Ag., M.Si.
Untuk mempersiapkan desa menuju era globalisasi, selain pencapaian 18 fokus SDGs Desa, perlu pula dilakukan optimalisasi potensi desa salah satunya dengan konsep ‘One Village, One Product’ atau OVOP.
“Perlu pula membuka jejaring antara desa, bukan hanya di satu provinsi atau negara, tapi juga jejaring dengan desa lain di ASEAN. Hal ini untuk meningkatkan pengetahuan kepala desa terkait penyelesaian persoalan, pengembangan potensi, hingga hubungan ekonomi antar desa. Pada akhirnya entitas-entitas kecil di negara ini malah bisa menjadi pendorong pembangunan nasional,” papar Pemerhati Kajian Kerja Sama Desa Global, Universitas Jenderal Soedirman, Dr. Agus Haryanto, M.Si.
Hal yang sama ditegaskan oleh Ketua Center for Strategic Policy Studies (CSPS) Sekolah Kajian Stratejik dan Global (SKSG), Universitas Indonesia, Guntur Subagja Mahardika, M.Si.
Desa, menurut Guntur, memiliki potensi besar untuk berkembang salah satunya dengan memanfaatkan teknologi yang ada. Untuk itu, ekosistem desa digital yang terintegrasi harus benar-benar dikembangkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, penciptaan lapangan kerja, dan meningkatkan pendapatan asli desa (PADes).
Dengan memanfaatkan ekosistem desa digital, desa bisa membangun dirinya mulai dari memasarkan hasil pertanian, perikanan, atau perkebunan, serta berbagai produk lain dari desanya, mengembangkan potensi desa wisata, keuangan yang menjadi lebih inklusif, logistik yang lebih merata, hingga informasi dan pendidikan yang lebih baik.
“Dengan begitu, desa digital bisa menjadi penggerak ekonomi desa, agregator dan integrator produk rakyat hingga peningkatan kualitas SDM yang pada akhirnya membuat desa bisa menghadapi globalisasi dengan kekuatannya,” papar Guntur yang juga merupakan Ketua Insan Tani dan Nelayan Indonesia (INTANI). (Red)