Jakarta, JNcom – Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly secara virtual menyampaikan bahwa Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) mengatur tentang hukum yang hidup dalam masyarakat. Hal ini disampaikannya dalam acara “Seminar Nasional Menyongsong Berlakunya Hukum yang Hidup dalam Masyarakat Berdasarkan UU Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP” di Kementerian Hukum dan HAM, Jakarta, Senin (24/7/2023).
Yasonna mengatakan, bagaimana menggabungkan lingkungan hukum yang terpisah tersebut antara hukum positif dan hukum yang hidup dalam masyarakat yang selama ini dalam hukum pidana dikenal sistem unifikasi hukum. Dalam hal ini hanya hukum pidana tertulis yang berlaku.
“Hal ini menjadi bahan pemikiran mengenai bagaimana mekanisme dalam mengadopsi norma pidana adat yang akan dituangkan dalam peraturan pemerintah sebagai petunjuk lebih lanjut dari pelaksanaan KUHP baru. KUHP nantinya dapat diimplementasikan juga oleh aparat penegak hukum di lapangan,” ujar Yasonna.
“Gagasan pembentukan RUU KUHP nasional ini telah ada lebih dari setengah abad lalu saat seminar hukum nasional pertama di Semarang tahun 1963. Setelah sekian lama, Pemerintah bersama DPR akhirnya mengesahkan RUU KUHP menjadi Undang-undang pada tanggal 6 Desember 2022. Adanya pro kontra pada beberapa pasal yang dinilai kontroversial dalam KUHP baru. Undang-undang ini merupakan produk hukum anak bangsa yang patut diapresiasi,” ucap Yasonna.
Lebih jauh Yasonna menilai pengesahan aturan ini merupakan kerja keras untuk melepaskan diri dari produk hukum warisan kolonial Belanda yang tak relevan lagi dengan zaman sekarang. Hukum adat sebagai aturan yang tak tertulis telah lama hidup dalam masyarakat Indonesia.
Tak dapat dipungkiri aturan yang hidup dalam masyarakat dianggap lebih dapat tuntaskan permasalahan hukum di tengah masyarakat. Oleh karenanya, pembaruan hukum termasuk hukum pidana adalah keniscayaan. Hal ini karena kebutuhan akan keadilan masyarakat yang terus berubah dan harus diakomodasi salah satunya dengan memasukkan unsur hukum yang hidup dalam masyarakat (the Living Law).
Hukum yang hidup dalam masyarakat pada dasarnya adalah hukum yang diakui oleh masyarakat atau kelompok masyarakat. Hukum ini lahir dari kebiasaan-kebiasaan yang tak bersifat sengketa.
Oleh karena itu, hukum yang hidup dalam masyarakat adalah sebuah pandangan rasional masyarakat tentang keadilan, ideal, serta cita-cita setiap anggota masyarakat. Selanjutnya norma hukum yang hidup di tengah masyarakat juga bagian dari pembentukan hukum.
Hukum yang hidup dalam masyarakat sebagai dasar untuk menentukan seseorang dapat dipidana atas dasar penuntutan.
Yasonna menekankan bahwa masyarakat harus bersama-sama berperan dalam mewujudkan keadilan dan ketertiban berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
HDKD ke-78 ini diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih baik tentang pentingnya hukum yang hidup dalam masyarakat, serta mendorong kolaborasi antara pemerintah dan masyarakat dalam menciptakan lingkungan yang adil dan bermartabat berdasarkan peraturan hukum yang berlaku.
Seminar Nasional HDKD ke-78 ini adalah momen bersejarah dalam upaya memperkuat sistem hukum di Indonesia dan menyongsong masa depan yang lebih adil dan berkeadilan bagi seluruh lapisan masyarakat.
“Yasonna berharap ada kontribusi positif terhadap pembaruan hukum nasional di masa mendatang serta membuka seluas-luasnya saran, masukan serta kritik yang konstruktif kepada seluruh peserta,” pungkasnya.
Adapun Lima narasumber yang dihadirkan dalam kegiatan ini diantaranya Prof. Dr. Edwatd O.S .Hiariej SH. MH. Wakil Menteri tentang Politik Hukum dan Arah Pengaturan Hukum Adat HAM sebagai keynote speech menyampaikan materi tentang Politik Hukum dan Arah Pengaturan Hukum Adat dalam KUHP
Menghadirkan narasumber lain yaitu: 1. Prof Dr Pujiono SH. MH., Guru Besar Fakuktas Hukum Universitas Diponegoro memaparkan Pluralisme Hukum: Hukum Positif dan Hukum yang Hidup dalam Masyarakat. 2. Dr. H. Prim Haryadi SH. MH. Hakim Agung Mahkamah Agung RI memaprkan Tantangan Penerapan Hukum yang Hidup dalam Masyarakat dalam Penegakan Hukum. 3. Ferry Fathurokhman SH. MH. PhD, Dosen bidang Hukum Pidana (Pidana Adatv) Universitas Sultan Agung Tirtayasa memaparkan Strategi Inklusi Hukum Adat kedalam Hukum Pidana Nasional dan 4. Erasmus A.T. Napitipuku SH. Direktur Eksekutif Institut for Cirimanl Justice Refor (ICJR) memaparkan Pembaharuan Hukum Pidana dalam Konstitusi Formalisasi Hukum yang Hidup dalam Masyarakat. (Guffe)