Nasional

Penerapan Ranperda KTR Jakarta: Melindungi Generasi, Menguatkan Ekonomi Rakyat

×

Penerapan Ranperda KTR Jakarta: Melindungi Generasi, Menguatkan Ekonomi Rakyat

Share this article

Jakarta, JNcom – Di tengah pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di Jakarta, muncul sejumlah narasi yang menyesatkan publik. Beberapa pihak menuding bahwa penerapan aturan ini akan memukul sektor usaha mikro kecil menengah (UMKM), seperti warung makan (warteg), pedagang pasar, hingga tempat hiburan malam.

Menanggapi hal tersebut, Tubagus Haryo Karbyanto, Public Health Advocate yang mendampingi proses advokasi Ranperda KTR Jakarta, menegaskan bahwa tuduhan tersebut tidak berdasar.

“Pengalaman di berbagai kota besar dunia menunjukkan bahwa penerapan KTR sama sekali tidak merugikan ekonomi rakyat kecil. Justru sebaliknya, lingkungan yang sehat dan bebas asap rokok membuat masyarakat lebih nyaman berbelanja, makan, atau menikmati hiburan. Warteg tidak kehilangan pembeli karena orang makan bukan untuk merokok, melainkan untuk menikmati makanan yang sehat dan terjangkau,” ujar Tubagus Haryo di Jakarta, hari ini.

Ranperda KTR Jakarta yang tengah dibahas DPRD DKI Jakarta sesungguhnya mengadopsi praktik-praktik terbaik global sekaligus memperkuat implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024. Beberapa pengaturan penting dalam Ranperda ini antara lain larangan penjualan produk tembakau dan rokok elektronik dalam radius 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak; larangan total iklan, promosi, dan sponsorship produk tembakau; serta larangan penjualan rokok ketengan per batang yang selama ini memudahkan anak dan remaja membeli rokok dengan harga murah.

Menurut Tubagus Haryo, regulasi ini tidak hanya melindungi kesehatan masyarakat, tetapi juga mengurangi beban ekonomi akibat tingginya biaya perawatan penyakit yang dipicu konsumsi tembakau. “Lebih dari 290 ribu orang Indonesia meninggal setiap tahun akibat penyakit terkait rokok. Jika Jakarta berani mengambil langkah tegas melalui KTR, maka beban sosial dan biaya kesehatan bisa ditekan. Itu justru memperkuat daya saing ekonomi kita,” tegasnya.

Ia juga menilai narasi penolakan KTR yang dibalut isu ekonomi sebenarnya hanyalah reproduksi argumen lama dari industri tembakau. “Kita harus jujur: kepentingan bisnis rokok selalu berseberangan dengan kepentingan melindungi kesehatan publik. DPRD DKI Jakarta, pemerintah daerah, asosiasi pelaku usaha, akademisi, profesi kesehatan, media, hingga masyarakat sipil harus bersatu melawan disinformasi semacam ini,” tambahnya.

Lebih lanjut, Tubagus Haryo memberikan rekomendasi agar Pansus dan Bapemperda DPRD DKI Jakarta tidak melemahkan norma yang sudah ditetapkan pemerintah pusat. Pemprov DKI Jakarta diharapkan menyiapkan mekanisme implementasi dan pengawasan lintas dinas. Sementara itu, asosiasi pelaku usaha seperti PHRI, komunitas warteg, maupun asosiasi hiburan malam, diajak untuk memandang regulasi ini sebagai investasi jangka panjang dalam membangun lingkungan usaha yang sehat dan berkelanjutan.

“Kawasan Tanpa Rokok bukan hanya regulasi kesehatan, tetapi juga regulasi ekonomi berkelanjutan. Dengan menekan konsumsi rokok, masyarakat lebih sehat, produktif, dan memiliki daya beli lebih baik. Itu berarti pelanggan UMKM semakin meningkat, bukan sebaliknya,” pungkas Tubagus Haryo. (**)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *