oleh : Noor Hayati
Indonesia adalah sebuah negara yang menjunjung tinggi Demokrasi. Dari Rakyat untuk Rakyat dan seorang Presiden dan wakil Presiden terpilih secara konstitusi di pilih oleh rakyat melalui proses Pemilihan Umum (Pemilu) dengan masa jabatan lima tahun.
Proses Pemilu maupun Pemilukada di daerah untuk mencerminkan nilai nilai demokrasi tentu lebih mengedepankan “Jujur Adil Bebas dan Rahasia” atau biasa disebut Pemilu Luber.
Menyikapi pelaksanaan Pemilu Pilpres yang telah berlangsung Februari 2024 lalu sarat dengan dugaan Kecurangan sehingga menciderai marwah Demokrasi yang telah dibangun oleh penggali Pancasila Ir. Soekarno
Kebebasan untuk berpendapat dan berbicara dimuka umum secara konstitusi di jamin UUD 45 (psl 28)
Jika mencermati Proses Pemilu 2024 di Indonesia secara serius oleh dunia internasional karena posisi Indonesia dianggap penting, dan menjadi Mercusuar dunia.
Pesta demokrasi di Indonesia (Pemilu) terselenggara pada Rabu, 14 Februari 2024. Begitu banyak yang terlibat di dalamnya, mulai dari awal persiapan, pelaksanaan, hingga mengawal suara. Ada petugas KPU, saksi masing masing Partai, Tim KPPS, Panwaslu dan masyarakat, sampai dengan Bawaslu.
Pemilu Presiden diselenggarakan berbarengan dengan pemilihan calon anggota DPR RI , DPRD provinsi dan Kabupaten/kota. Kemudian di tahun yang sama (2024) disusul pelaksanaan Pemilukada secara serentak yang berlangsung 27 Nopember pekan lalu.
Momen penting yang menjadi perbincangan adalah tentu saja Capres dan Cawapres, yang akan menentukan nasib bangsa Indonesia lima tahun ke depan. Mereka adalah pilihan terbaik yang sudah dipersiapkan oleh partai-partai pengusung. Harapan utama rakyat terhadap Paslon tersebut adalah pemimpin yang mampu mewujudkan amanat UUD 1945.
Di arena Pilpres 2024 yang telah mengikuti proses Pemilu memiliki visi dan misi yang hebat dan visioner, serta diharapkan mampu mewujudkannya sesuai amanat UUD 1945. Ketiga Paslon yang masuk di ajang kompetisi Pemilu 2024 diantaranya:
Nomor urut 1 Adalah Anis Baswedan dan Muhaimin Iskandar yang diusung partai Nasdem, PKB dan PKS. Visi misi utamanya adalah perubahan yang terbaik untuk mewujudkan Indonesia yang makmur, maju, dan berkeadilan. Suara mereka unggul di daerah Bukittinggi, tempat istri Proklamator RI, yaitu Fatmawati berasal. Sayangnya, di daerah lain kurang mendapat dukungan secara Signifikan.
2 Pasangan Prabowo-Gibran tampaknya merupakan paslon yang diunggulkan oleh rakyat Indonesia. Mereka unggul hampir di semua provinsi di tanah air. Visi misi utamanya adalah terwujudnya Indonesia maju, sejahtera dan makmur. Paslon yang dinakhodai partai Gerindra, Golkar, Demokrat, dan beberapa partai kecil lainnya tampaknya tinggal menunggu waktu saja untuk menuju Istana. Program utama yang menjadi unggulannya adalah makan siang gratis untuk balita, ibu hamil, anak SD dan SMP, yang mencapai kurang lebih 70,5 juta orang.
3 Ganjar Pranowo dan Mahfud MD, merupakan paslon besutan PDI Perjuangan dan beberapa partai kecil, seperti PPP dan Perindo. Mereka tampaknya harus puas menduduki ranking 3 hasil real count KPU. Paslon ini mengedepankan visi misi untuk mewujudkan Indonesia Makmur, Maju, dan unggul.
Hasil sementara, perolehan suara paslon 02 menempati urutan pertama, dengan 59 persen. Ini disusul paslon 01 dengan 27 persen suara. Sementara, di urutan terakhir adalan paslon 03 dengan 17 persen suara. Namun belakangan banyak menimbulkan pro-kontra di antara pendukung masing-masing. Adalah budaya politik yang tidak sehat, jika dalam pemilihan umum yang meraih suara terbanyak bukanlah Paslon yang kita dukung, lalu selalu muncul gejolak dengan mengatasnamakan tuduhan kecurangan, tidak fair, money politics, dan sebagainya.Bisa juga, mengangkat kembali isu-isu yang pernah ada dari Paslon.
Muncul spekulasi Isu-isu lama dimunculkan dan merebak kembali, mencari kelemahan dan kekurangan dari paslon lain. Inilah yang menjadikan Pemilu tidak sehat. Meskipun, jujur saja setiap pasangan calon pastilah tidak sempurna. Namun, adanya tuduhan kecurangan ini tentulah kurang tepat digulirkan. Adanya dugaan kecurangan.
Dugaan kecurangan dalam Pilpres 2024, memang perlu bukti-bukti yang menguatkan. Dugaan tersebut kecil kemungkinan terjadi karena di dalam setiap TPS dihadiri dan disaksikan oleh petugas KPU, saksi Partai, Tim KPPS, Panwaslu, masyarakat sampai Bawaslu, baik di tingkat kelurahan maupun kecamatan. Dan dari awal hingga tahap akhir penghitungan suara, mereka semua hadir. Bahkan, tidak hanya berhenti di situ, tetapi tetap melakukan kerja sama dalam pengawalan kotak suara tersebut.
Sepertinya, dugaan kecurangan yang dituduhkan tersebut sangat tidak manusiawi, mengingat para petugas pelaksana di lapangan sudah bekerja keras dengan sungguh sungguh. Tapi mereka diragukan kredibilitasnya. Kenapa tidak ada penghargaan atas jerih payah para petugas di lapangan, dan justru muncul dugaan kecurangan tersebut? Apakah sebegitu rendahnya mentalitas petugas sehingga sampai muncul tuduhan ini? Lalu, bagaimana dengan kinerja para Saksi, yang dikirimkan masing- masing partai? Bukankah tampak aneh, jika partai mengirimkan saksinya, namun ternyata tidak memberi kepercayaan penuh kepada para saksi tersebut?
Sepertinya, ada yang keliru di sini, bukan? Di tengah hiruk pikuk Pilpres 2024, yang telah dilaksanakan sejak 14 Februari 2024, kubu Ganjar Pranowo dan Mahfud MD tampaknya akan melakukan upaya Hak angket, untuk menyelidiki adanya dugaan kecurangan Pemilu dan direstui oleh Ketum PDI Perjuangan melalui DPR RI, namun, upaya itu oleh pengamat politik dinilai sebagai upaya dalam rangka memakzulkan Jokowi.
Namun, Yusril Ihza Mahendra mengatakan, hak angket bukanlah cara bijak dalam menilai kecurangan hasil pemilu. Justru MK-lah lembaga resmi pemerintah yang memiliki kewenangan penuh untuk gugatan hasil pemilu.Ada wacana yang menghendaki penggunaan hak angket DPR, untuk mendalami kecurangan-kecurangan dalam Pilpres 2024. Seharusnya, mereka mencari penyelesaian di MK, bukan dengan menggunakan hak angket DPR. Hak angket DPR tidak dapat digunakan untuk menyelidiki dugaan kecurangan Pemilu 2024 oleh pihak yang kalah Pilpres.
Jika mengacu dalam UUD 1945, telah ada pengaturan khusus terhadap perselisihan hasil pemilu, yang harus diselesaikan melalui MK. Demikian juga, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, telah menjelaskan mekanisme penyelesaian semua permasalahan, yang berkaitan dengan pemungutan, perhitungan, dan rekapitulasi suara. Kalau sekiranya terjadi pelanggaran administrasi, jelas Bawaslu yang menangani. Kalau sekiranya ada perselisihan terhadap hasil pemilu, MK sebagai lembaga yang menyelesaikan permasalahan ini.
Sebagai penutup, pesta Demokrasi dalam penyelenggaran Pemilu dari Pilpres, Pemilukada Gubernur Bupati dan Walikota tidak jauh dari harapan rakyat tentang Jurdil bebas dan rahasia namun tak luput dari intervensi, unsur dugaan Kecurangan serta Money Politic yang lebih mendominasi untuk mempengaruhi masyarakat sebagai pemegang Hak pilih.
Dan sebagai cermin kedewasaan dalam berdemokrasi serta jiwa yang besar siapapun Pemimpin yang telah dilantik mari bersama kita dukung. (Penulis Adalah Pengajar SMA swasta & Pemperhati budaya lokal)